Posts

Showing posts from January, 2007

aku kian kuyup

setidaknya pagi masih utuh meskipun kau belum penuh dan hutan belum mau lepaskan kicau burung ke udara sepertinya angin hanya bisa bawa sisa sisa kabar duka hingga kau pun luruh sebagai embun di permukaan telaga lalu bidadari turun dari pelangi memandikanmu dan bercerita sabun dari surga pembasuh segala dosa tapi pecah lah gerimis dan bertebaranlah hari ini kau tetap kuncup dan aku kian kuyup hutan menyimpan nyanyian burung pelengkap musim yang murung

jendela hujan

1/ sayap hujan naungi kota tak ada yang berjalan semua melaju atau terdiam tapi ternyata mereka tak juga bertahan sebentar-sebentar langit ditengok hanya untuk memastikan ke arah mana akan dibawa 2/ jendela seperti mata, berkedip sebentar lantas tertunduk sementara yang memandang bermain asap di antara cuping hidung mencari roh tenang sebab perjalanan hujan basah penuh gelisah 3/ jendela dan hujan pernah bertemu sesekali mereka pun dilanda lupa hingga malam kemarin, ketika ada yang menangis di depan jendela hujan pun termangu,"apakah aku pernah singgah di situ?"

pesan bapak tentang mimpi

bapak sering berkata," nak, bermimpilah kamu menjadi seorang pemimpin." aku malah bertanya, "jika aku jadi pemimpin, lantas bapak jadi apa?"

maka kubiarkan

maka kubiarkan ibu bercerita tentang rambut yang menua helai helai rindu bertebaran adalah uban yang rajin dicabuti saat dia menarik sehelai kudengar kidung cinta paling mesra dan air mata terseka serit sebelum rambut tergelung keterangan : serit = sisir khusus berjari-jari halus dan rapat

hujan jatuh di pucuk caping

sewaktu petani mengayunkan cangkul bumi mengerang pelan sekali, "jamahi tubuh ini seluas mungkin, sebab akan kau temui makna yang paling hakiki" dan ketika tunas padi muncul, langit iri pada senyum manja bumi setetes hujan jatuh di pucuk caping petani bergegas pulang

ekstasi

sesuatu telah terhenti ini hari, saat kau melangkah pergi dan kata tak berdaya lagi hanya suara, entah apa menyapa di rongga dada jika tak kau kira, aku pun tak akan menduga puisi ini tertulis saat gerimis di jendela berubah jadi embun katamu itu sublimasi dan kataku; "ekstasi!"

kutandai

dengan ini kunyatakan cinta sebatang kayu menghumus di rimbunan tunas baru dan jika kau tanyakan tentang rindu, di sejuk embun setelah malam kuteteskan dia mungkin hanyut di hari hujan atau kering tertiup angin setelah kabar duka andai cinta kaupahami sebagai bumi, di gairah para petani dan celoteh burung-burung parkit hatimu kutandai padi

Puisi dari Pakcik Untukku : "Selamat Malam"

Selamat Malam .. : Dedy Tri Riyadi tetap saja kau tidur aku dan kedua ibumu akan mengibaskan sirip-sirip langit sejari di atas tubuhmu jangan bangun malam masih terlalu pengap lapik tidurmu kuyup keringat lelahkah tidurmu ? tetap bermainlah kebun ini berbenih ratusan bunga ribuan liang kelinci dapat kau masuki dan kau dapat mencumbu syair hingga tanah menjadi awan kau suka bunga apa, Dedy ? *pdk indah 260107 15:56

beberapa catatan

/1/ "perjalanan menuju kedewasaan" adalah buku yang kucuri dari isi kepala seorang penyair di desa ciloang untuk kuperlihatkan kepada teman-teman, bukan hendak kutaruh di perpustakaan, kenapa kau campur dengan kesedihan? /2/ kesedihanku masih terasa, aku menjadi asing ketika kausapa seperti ketika kutampakkan wajahku pada mereka bisakah kau katakan satu nama? /3/ jika tangan-tangan kujabat erat lantas siapa yang terjerat? ah, kita tak bicara soal pikat! /4/ mungkin ada halaman yang terhapus dari tumpukan buku-buku itu tapi untunglah catatan itu tertulis rapi di kedua tanganmu kapan-kapan aku bisa pinjam?

Elegi untuk Lennon

dia yang pemimpi tak pernah ingin sendiri bagikan kenangan di sepanjang jalan Abbey yang tercatat rapi seperti kerja petugas pengantar surat maukah kau genggam tangannya barang sejenak? sebab hidup baginya seperti seekor anjing laut tua berkejaran dengan ekor kapal selam berwarna kuning yang diinginkannya adalah kau yang sendiri tak seorang pun berada di samping sebab dia begitu pencemburu meski sering diucapkan padamu bahwa tidak tak akan pernah menyakiti mimpinya tak pernah berakhir meskipun kemarahan orang hilang akal yang muncul dari buku telah membekukan waktu dan terdengarlah permintaan tolong dari ruangan di sebuah klub tempat orang-orang kesepian jika saat itu tiba, aku tak pernah tahu apakah ini mimpi atau benar-benar sesuatu

dan bulan pun padam

dia telanjangkan malam di rerumputan seusai meningkap hujan bulan pucat hingga kata dan puisi pun beku aku mencari sesuatu yang hilang tapi ah! dia berbaring diam di tubuh puisi yang teramat kelam sayup kudengar bisik mirip angin di sisa malam yang tergelitik rintik "kata-katamu tak lagi asyik!" aku hanya bisa diam dan bulan pun padam

dan hujan masih menari...

burung-burung sriti menarikan hujan hingga tetesan air luruh di jalan lengang kotaku dicekam keraguan terhenti waktu di sepanjang tepian kulihat engkau liris di pucuk pelangi perawan saat matahari malu mengusap rambut panjang senja keabu-abuan dari bingkai jendela, melayanglah selembar daun luruh bersama gerimis jatuh di dekat kakimu dan angin musim membawa kita terbang meninggalkan muram kota menumpang di lembar lembar ekor sriti yang terbelah dua dan hujan masih menari...

matahari taman victoria

di taman victoria matahari nampak tua, selimut kabut dan kungkungan beton teteskan peluh di jubah emasnya pohon-pohon ek hanyalah kelebatan bayang di masa manja hujan turun tengah hari dan di bawah patung sang ratu secarik surat lusuh sebelum sempat terbaca matahari di atas sana tak sempat menuliskan iba

getah cempaka

: millati syifa sisa luka bunga cempaka tersimpul panjang di hujan musim menjadi harap akan salju singgah di antara dedaunan waktu satu kelopak kuncup saat rinai begitu gugup belaikan rintik seakan berbisik mengajak hati mainkan musik "serenada begitu merdu, tidakkah kau ingin untuk melagu?" cempaka merunduk perdu yang diharap angin cepat berlalu duhai, yang menangkup luka seluruh tubuh beralirkan getah adakah wujud yang sengaja kau toreh? hujan yang denyutkan musim rindu yang kibarkan angin aku resah menulis ingin selembar daun luruh dedahkan sepenggal keluh larut dalam nyanyi hati serenada di bait ketiga terdengar di bukit bukit yang jauh dan seorang penggembara berdendang tentang pesona mekarnya bunga, namun tubuhnya terkena getah di pokok yang terlalu basah entah sesal ataukah bangga?

matahari dan sepatu

: gita pratama sejak pagi matahari telah bermain dengan bayang-bayang orang, pepohonan, tiang listrik, dan mobil lalu lalang kadang kalau letih, dia akan bermain petak umpet di antara gedung-gedung menjulang menjelang senja kulihat air matanya merah di ujung kalut laut, mungkin sepatunya hilang di tengah jalan dan tak ingin ditemukan

nyanyi biduk

dia lautan yang timbul tenggelam hantarkan ombak di tepian biduk tubuh ini sangat terguncang dan batas cakrawala kusangka hilang

seorang pelacur dan seekor anjing

1/ renungan musim panas menetes dari tangan lentik "ini air untukmu", sapanya pada lidah hari yang terjulur perempuan berpeluh anjing pun mengeluh yang mereka inginkan dunia yang utuh entah tangis siapa jatuh seberkas cahaya surga terpantul di ujung kuku 2/ "kau kah drupadi itu?" anjing itu menebak senyum sang pelacur sambil menepuk kepala anjing, perempuan itu berkata, "kau. anjing yang akan ke surga!"

bayangmu

hari tak lagi utuh dan kau ajak aku bermain bayang-bayang kita pun mematut bayang lisut dan tubuh yang kusut bayangmu, entah bagaimana, selalu bermain tubuhku

balada sebuah sumur

1/ ucup yang bukan yusuf bertemu sumur yang tengah tidur seperti bunga ingin mekar sebelas rasa rindu ditakar "sudikah engkau menelanku dalam tidur? setidaknya kita bisa mimpi bersama" lalu kata orang, ucup bunuh diri ceburkan diri ke dalam sumur 2/ ladang perpisahan begitu menjamur dan aku harus lebih sering mencari sumur "sebab di sana bisa kau temukan dua belas mimpi sebelum sesuatu tanpa arti" 3/ dalam satu mimpiku, ucup pergi ke negeri orang terusir "bagaimana bisa ke sini?" ucup bertanya kataku, "lewat sebuah senyum yang tidur!" 4/ mimpi sumur adalah tidur tanpa umur tapi kita selalu ingin makna dari mimpi 5/ kini ucup jadi yusuf saudagar air di daerah gersang "rejeki sebuah sumur," katanya saat aku bertandang seperti air sumur tertumpah sia sia atau tenggelam di dasar tak lama tersiar kabar hilangnya yusuf yang saudagar tapi sumur itu tetap tertidur toh ucup atau yusuf cuma mimpi

sajak sepanjang lorong

di lorong ini, aku tak bisa membekaskan jejak atau sekedar menitipkan bayang waktu terlalu lekas hapus setiap kenang di belakangku, ada harap ibu memanggil atau bapak meminta pulang di depan sana arah yang ingin kutuju menyusul dengan langkah panjang di lorong ini, aku tak bisa bedakan ingin kaki maju atau surut ke belakang sebab kau yang bisa menuntunku agar tak bimbang

pesan

sebelum pergi, bapak berpesan pada ibu : manjakanlah anakmu dengan kesederhanaan agar kelak tak malu pilu pinta ia bermain pada senja hingga tak kejut atas terang yang terenggut tidurkan ia di lapang ilalang biar dikenang cahaya malam pesan ibu, sebelum bapak berlalu : ajari dulu cara mengukur sepatu kelak ia yang akan menyusulmu pergi

ode untuk brian jones

kematian bukan percobaan, Tuan juga rasa sakit -tanpa diminta- ia pasti menggigit mari bermain dengan harapan jangan berkutat dalam halaman dan masa sulit -entah bagaimana- takkan pernah kasip kehidupan bukan pelajaran, Tuan

dua

dua lembar perjalanan dua hantar perjamuan dua gelar penyebutan cukupkah kita yang aku?

satu

yang asap dan yang tetap tercermin pada satu tatap yang pasti di dalam hati satu api menyala abadi

mabuk

yang dilanda mabuk bisa langsung sibuk atau mengantuk yang ingin mabuk siapkan saja kencangnya sabuk dan yang risi dengan kata mabuk tidak usah ingin mencicipi bagiku soal mabuk adalah urusan paling pribadi

cahaya lampu

cahaya lampu hanya cahaya lampu meski ia telah mencuri malam darimu pagi nanti terjemput mati di tiap berkas sinar matahari yang menerobos jendela mimpi

tak pernah berbagi sisi

apakah malammu terlalu pejam hingga inginkan hitam yang suram? sedang pagi kauharapkan begitu seri padahal mimpi masih ingin menemani yang kutahu, malam dan mimpi tak pernah berbagi sisi

seperti misal

keyakinanku tak pernah ragu : ibu tak akan melahirkanmu ulang bapak akan menantimu pulang keyakinanku selalu begitu : seperti misal, ada di dua sisi bahkan kenyataan rela terpenggal di akhir atau di awal

bibir ibu

bibir ibu adalah bukit yang berkabut di puncaknya, ada nama yang terus disebut suatu kali, aku mendaki tapi kata ibu, "lepaskan dulu sepatumu. di lembah lidahku tak pernah ada batu." dan terciptalah puisi seperti api yang membakar hati kata-kata begitu berkobar hingga kataku, "pendakian ini terlalu sukar!" tapi aku ingin benar ibu mengeja namaku meskipun samar

tapi puisi itu begitu manis

di pintu tunggu kata itu malu hendak mengetuk atau berlalu? dia mengharap sebuah puisi manis mengintip dari balik teralis "setidaknya begitu inginku," sapanya pada ragu tapi pintu begitu tunggu dan malu hadir selalu karena tak sabar lagi, kata itu pun pergi mungkin lain hari dia kembali menghampiri "tapi puisi itu begitu manis," sekali lagi keluhnya teriris

huruf duka

bintang jatuh orang berdoa huruf luruh kita berduka

pada langit fajar

1/ sementara yang kau kenal sejuta bintang di langit kenang - sedang aku tak berani pulang dan pada suatu fajar hanya isak yang kabar, teramat samar di balik sebuah kamar 2/ pada langit fajar matamu berbinar aku masih sembunyi dalam kegelapan hari 3/ di dadaku tumbuh jamur - janji yang semakin kabur dan tangismu kian hari kian subur

setelah...

setelah bukit, jerit tergigit sebentang padang nyalang pokok hangus matahari tandus mungkinkah tunas berkas sedang hujan selalu lekas musim ini selalu takzim catat mala di remuk mata serumpun pagi tak kunanti setelah lelah rebah dan beribu perih merintih

buka baju

sepertinya rindu semacam residu tak lekang oleh waktu dan cinta itu noda tercetak sepanjang masa dan kita mesti telanjang hanya untuk bisa memandang

ruang rindu

ruang rindu berupa menara dengan tujuh daun jendela yang terbuka tapi tidak berpintu, dengan aku di dalamnya dan kau, terpenjara dalam pandangku

hujan di siang hari

1/ ada peta di punggung hari dan namamu pun kususuri tapi hujan membasuh kenangan sedang di wajahmu ada yang belum puas kupandang 2/ hujan di punggungmu deras kenangan itu hanya sekilas ah, wajahmu kutemukan pada air yang tergenang! 3/ perjalanan ini seperti pintu sebelum keluar, aku mencari sepatu 4/ hujan di siang hari gelisah sepanjang hati dan kau pasti mengerti bahwa aku selalu mencari kapan reda itu ada ah...

sajak mimpi

1/ senja di belukar bayang adalah engkau dan kenangan menjemput malam datang sisakan sejumput terang 2/ mataku risau mencari engkau sebentar lagi mimpi hadir dan namamu kekal dalam igau 3/ lalu malam di pelupuk matamu sejak saat itu akulah bayang yang hilang dalam galau dan tak kunjung pejam 4/ mataku mencari matamu di langit malam, senja sudah hilang aku pun kehilangan pukau dan katamu "mimpiku menjelma bunga"

semisal

1/ semisal rindu puisimu tak pernah ragu berdesir di dada menyusun berjuta kata buncahkan makna untuk cengkeram jiwa semakin tersudut aku dalam sepi tanpa nama 2/ semisal lagu puisi itu terus mendayu mengusik dinding telinga mengisi setiap rongga bangkitkan hidup dengan berbagai nada semakin tenggelam aku dalam ruang tanpa rupa 3/ cinta puisi yang murni berbalut rindu akan makna dan kau, penyair tanpa nama kukenali dari tiap tetes kata semisal kau ada di sini aku hilang tanpa arti

cinta itu batu

1/ cinta itu batu saat hujan telah reda lumut tumbuh di atasnya ciptakan gurat lapis waktu ketika musim berganti lumut kering dan mati angin menuai pasir remah kulit batu yang berbutir 2/ cinta itu batu dalam belaian masa dia luluh dan binasa tanpa perlu kau sentuh 3/ alir air menggerus cinta yang batu begitu pelan tanpa kau rasakan

sajak keraguan

1/ seragu hujan aku berpuisi sisakan cahaya untuk seulas pelangi dan mendung pun dibiarkan gelisah menatap pucuk yang terkulai basah 2/ seragu badai aku mencari kata susuri laut dengan pecahan gelombang namun perahu tetap tertambat di dermaga nikmati bibir ombak yang selalu tenang 3/ o, makna yang begitu kokoh di saat badai, dia tak terkulai sedang aku tertinggal di balik kata bodoh

sajak malam

1/ akhirnya ada gelap setelah terang serupa malam yang selimuti siang tubuh yang lilin padamkan api cinta hingga aku meraba kata pada setiap mata yang buta 2/ lalu mendekam gairah di jurang puisi tanpa lembah semakin aku mencoba berkuasa kau tusukkan kata seluka bisa puisiku menjadi darah dan air mata bermakna oleh ujung pisau kata dan tak ada lagi yang bisa temukan aku di sana 3/ sajak kelam ini kutulis agar terkulum senyum tipis dan pagi, di mana malam menjemput mati, membawaku pada gigil embun yang berlapis lapis 4/ dan kematian sebenarnya kehidupan di mana tak ada lagi kata karena semuanya makna di tubuh puisi, cinta ini tak berdaya 5/ pada akhirnya gelap menjadi raja sebab makna kata begitu nyata lalu mengapa kau cari terang yang redup? sedang di jantung malam cintamu berdegup

doa memasang sepatu

1/ pagi adalah tenang yang tak terperi hingga ringan kuayun langkah kaki dan jalanan berbatu tak akan kuhindari 2/ kuharap kaki ini masih bisa berjalan dengan gagah sementara debu bergayut seturut langkah di siang yang terik, biarkan sepatuku tampak pongah 3/ menjelang tidur, panjang sepatu akan kuukur mungkin kulitnya mengkerut, atau telapaknya melebar biar tetap pas setiap kupasang kakiku padanya

saat hujan datang

1/ daun musim luruh kau pun tersimpuh seakan hujan telah jatuh demi sebuah cinta yang tumbuh 2/ saat hujan datang kulihat matamu terpejam mencipta malam atau sekedar membasuh kenangan? 3/ ranting senja merana hujan gugurkan daunnya nanti pada tetunas sepi dia titipkan hijaunya mimpi

surat untuk gadisku

pantai gelisah rebahkan aku di sana, gadisku sebab badai hidup ini terus memburuku pada ombak tulislah satu nama, gadisku seorang nelayan berperahu cadik yang kaukenali dari harum laut di tubuhnya tapi dia sudah pergi, gadisku melayari hidup yang tak pernah bersurut ombak sedangkan bendera di dermaga berkibar seperti anak rambutnya pulanglah ke rumah, gadisku mainkanlah tangisanmu di makam bunga musim sebab harumnya adalah isyarat dari hujan tempat badai laut surut dan terpadam

catatan awal tahun

1/ tunas tahun tumbuh selurus sajak aku duga ia nanti akan tegak menjulang sebab waktu selalu dilihat dari letak bayangannya 2/ di pucuk musim seperti ini tukang sepatu sibuk menyimak telapak kakinya sendiri mungkin kerikil tahun lalu masih ada yang tertinggal 3/ di kebun kalender yang baru tumbuh tukang sepatu berjalan-jalan tanpa sepatu "siapa tahu ada angka baru" sebab setelah tiga puluh satu langkah dia berjanji akan pulang ke rumah

senyum pagi

tak ada yang lebih berarti dari sebuah senyum di pagi hari sebab tidur telah menelan mimpi dan menyimpannya untuk malam nanti

[iseng] Blogthings

Image
Your Personality Cluster is Introverted Intuition You are: Multilayered and complex Inspired and driven to achieve your goals A visionary with a complete life plan Intuitive enough to understand difficult problems, ideas, and people What's Your Personality Cluster?

sajak menjelang malam

menikmati senja seperti membuka sebuah luka matahari merah nanah dengan langit cakrawala darah lebam telah menjelma malam tanpa bulan bintang akan dihitung dengan detik menjelang ajal sepanjang sekarat serupa awan yang berarak ketika malam datang, kemana mereka hilang? hanya selimut malam yang mengajak aku pulang di dalam gelap kuharap jejakmu yang berderap