Posts

Showing posts from April, 2008

Perempuan dari Tentena

Dari Tentena, perempuan muda semengkal mangga Angin perbukitan bagai kereta kuda menyeretnya pada musim-musim memanen hujan Tapi hanya ada perempuan muda d alam mobil colt tua ke arah Rantepao Dulu, menjelang subuh kanak-kanak kami terbunuh dan kematian jadi lagu panjang di antara ngarai yang tergerus di antara bebatang pinus sebelum sampai sungai Poso, tempat segalanya dibenamkan. Tanpa rosario, deru pepohonan dari jendela berdoa ; menyibakkan helai rambutnya. 2008

Sebelum Kelaparan Tiba

Lewat 36 pesan pendek kau kabarkan benih-benih kelaparan dari kotamu; Tanah becek tak lagi tunaskan harapan para petani yang kian lembek, Pergeseran bintang gagalkan panen gemilang, Bibit transgenik ternyata tak tahan hama, Gabah gabuk kian melimpah, dan sebagainya. Hingga aku berpikir jawabanku atas pesan pendek itu bukanlah jawaban yang ingin kau terima. Aku tak akan pernah bisa menuliskan jawaban pada kelaparan panjang yang hendak menjangkau ternak, kanak, dan sanak kita. Telepon genggam terlalu diam, hanya ketuk tumit sepatu mengganguk setuju ketika kutulis sebuah pesan untukmu, "Aku akan pulang, sebelum kelaparan tiba di depan pintu rumah kita." Menjelang subuh, kukembara tubuh ini ke kotamu yang jauh, di mana sulur-sulur kerinduan terus tumbuh. 2008

Reminder ; PaSaR Malam di Wapres 30 April 2008 jam 19.00 - datang ya teman-teman?

Image

Kejatuhan Kedua

Begitu banyak mata dari tingkap-tingkap tinggi meminta diri hanya jadi saksi pada rasa sangsi ketika puisi ini tertatih berjalan dengan sepatu terseret-seret dari batu ke batu, debu ke debu. Beginilah kisah yang diratapkan hari demi hari, bukan bagaimana kita bercakap, berucap, tapi juga sejauh mana puisi jatuh di relung hatimu rengkah, pecah, dan bersedarah denganmu. Bagimu, masih kaunantikan kejatuhan kedua di mana ada denting yang begitu nyata, bersuara di alam yang tak pernah fana. Bagiku, biarkanlah puisi itu layu, termangu, seperti seonggok sepatu koyak berdebu, dengan perjalanan yang kaukenang selalu. 2008

Arianto A. Patunru : Membaca Nirwan Dewanto

Image
Di comot dari www.panyingkul.com Ekonom UI, Arianto A. Patunru yang menyebut diri sebagai “penyuka sastra”memberikan pidato ulasan pada peluncuran himpunan puisi Nirwan Dewanto, Jantung Lebah Ratu di Goethe Haus Jakarta, semalam (17/4). Ulasan ini dinilai sebagian kalangan membawa kesegaran baru dalam ulasan karya sastra karena indikator dan istilah ekonomi, yang umumnya kering dan membosankan itu, dianyam dengan memukau di sela puisi. Ia diganjar tepuk paling meriah dalam acara semalam. Berikut kami tayangkan pidato ulasan itu. (p ! ) Ketika Bung Nirwan Dewanto memberitahu saya rencananya meluncurkan Jantung Lebah Ratu, reaksi saya ada dua. Pertama, saya sadar: saya ini awam puisi, bahkan tidak mengerti dunia puisi. Kedua, judul koleksi Bung Nirwan mengingatkan saya kepada sebuah artikel dalam Journal of Law and Economics tahun 1973, “The Fable of the Bees: An Economic Investigation” (Hikayat Lebah: Sebuah Penyelidikan Ekonomi) yang ditulis oleh Steven Cheung.1 Hikayat Lebah-nya Ch

Aku Menyukai Jejak Sepatumu

Ketika kau berlalu, aku masih termangu. Berharap suatu saat kau mengucap isyarat perpisahan. Sesuatu yang dulu kutuliskan sebelum namaku pada selembar surat. Aku menyukai jejak sepatumu di halaman bersusun membentuk garis putus-putus ke arah bayangan dedaunan rambutan, dan aku tahu, sepanjang jalan kau terus menangis. Pada tiap jejak sepatumu, ingin kubentuk jejak kaki yang berlari ke arahmu, tapi kini aku masih ingin memandangi jejak sepatumu. Ketika tubuhmu ditelan kelokan jalan, masih berharap aku kau menyerapah; kenapa kita bertemu, dulu. 2008

Gerak Diam

: Jemek Supardi Dalam gerakmu, ada diam yang diam-diam mengalir jadi airmata, mengalir, tak lagi patah-patah. Dalam diammu, gerak airmata terbata-bata bergulir, bergulir dia, dari mata kanan yang seperti kaca. Aku diam menunggu engkau bergerak, dan ketika kau diam, aku hampir saja berteriak. Hampir saja. 2008 Note : tiba-tiba saja, di multiply saya muncul sebuah invitation yang datang dari seorang tokoh seniman pantomim ternama asal Yogyakarta, siapa lagi kalau bukan Jemek Supardi. Karena usianya yang jauh di atas saya, saya pun menyapanya dengan panggilan Pakdhe . Puisi ini saya dedikasikan untuk beliau. Semoga berkenan.

PaSaR Malam

Image
Bagi yang ingin tampil, silakan hubungi saya di dedy_tri_r@yahoo.com (YM) atau email ke dedi@arteknpartner.com, atau call at 0888-6131252

Kujemput Dia

Kujemput dia di bawah kaki hujan di antara desau dedaunan angsana betapa liris ini puisi kutuliskan betapa manis kulihat senyumnya Sesegar rerumputan teki semekar kuntum-kuntum melati dan diajaknya aku menari agar redam nyala-nyeri Jikalau dia ulurkan tangan, apa pantas kumenolaknya? Seperti sejuk udara di taman puisi ini kurasa ringan di dada 2008

Mazmur Lapar

Alahai Lapar, jika engkau benar-benar dia tunjukkanlah bekas luka di lambungmu. Agar bisa kutusukkan jemari, dan kuyakinkan diri. 2008

Mazmur Tidur

Duhai Tidur, rindu siapa terkubur dalam kelim mimpi dan jelujur imaji sepanjang tubuh ini terbujur di alammu yang selalu temaram? Tak ada terang lilin bahkan pokok tarbantin tempat hinggap kunangkunang tanpa sayap, hingga ke padang-padangmu yang telanjang mereka berkeriapan sepanjang malam. Sesekali di antara batang otak dan matamu yang tak bercelak, mereka membangun sarang. Menimbun tanah dan serasah, menyusunnya seperti batu bata di dinding rumah. Begitu rapi, hingga tak ada yang bisa bedakan :mana tengah, mana tepi. Hanya benih-benih pagi, mengetuk pada tingkapmu yang jauh, dan mengabarkan satu keyakinan pada satu hari yang seutuhnya milikmu. 2008

Buku Puisi

Image
Buku Himpunan Puisi Nirwan Dewanto : Jantung Lebah Ratu segera terbit tanggal 22 April 2008 Buku Kumpulan Puisi Sindu Putra : Dongeng Anjing Api juga segera terbit.

Mengenang Rawadanau, Memandang Engkau

Seperti rindu Musa di punggung Tursina kutapaki kepundan purba yang kini jadi rawa Nun di ubun-ubunnya, ada mangga berdaun tebal, yang tak akan pernah kau temukan di kota asal Dan demi kacaunya cuaca, sebentar hujan lalu terik, kurapal mantra seirama dengking genjik di sela-sela alangalang sepinggang yang benamkan lutut dan paha pada kerumunan lintah haus darah di tanah basah Sebelum pulang, kumandikan senja di bilik jagawana tua agar cerita buaya rawa purba tak pernah sampai ke kota Jakarta 2008

Tabik, Kang Abik

Tiba-tiba saja, dunia terasa berbeda. Lampu yang redup, mata yang kuyup kembali jadi bahasa purba. Bahasa Kakek Adam dan Nenek Hawa yang kini teramat sayup dalam telinga kami karena suara-suara yang pikuk. Dan entah siapa memulainya, tiba-tiba saja ada yang merasa begitu fasih bercerita tentang perihnya luka. Dan entah siapa menyambutnya, tiba-tiba juga ada yang merasa tak lagi letih berbagi tentang kisah-kisah cinta. 2008

Semacam Sajak Cinta, Seperti Serial Telenovela

Suatu hari, Justo*, akan kaulihat anak burung terbang begitu bebas di antara hamparan bunga kapas dan pepucuk tebu yang hijau pucat. Meski, tahukah kau, Justo? kini tak ada lagi Tuan Baron, hanya puluhan sinetron membutakan mataku setiap hari. Tapi, aku rasa lebih baik begitu, Justo kubiarkan mata-buta ini terbang solo jelajahi masa lalu, kini, atau nanti setelah kumatikan sebelas kanal televisi. Dan seringan kapas, selepas anak burung di pepucuk tebu kuserahkan segala rindu pada cahaya yang teramat tegas. 2008 Justo = tokoh budak berkulit hitam yang buta dalam serial Telenovela bertajuk "Little Missy"

[IsengAsyik] Potret yang Buram, Puisi yang Transparan

Kali ini, saya iseng melihat-lihat beberapa puisi yang dipajang di warung-puisi. Dan benar bagaikan sedang dalam sebuah perjalanan, tiba-tiba saya dikejutkan oleh puisi yang saya anggap sebagai sebuah potret. Dalam obrolan singkat beberapa waktu lalu, seorang teman mengatakan bahwa pada suatu ketika, dunia puisi Barat dikejutkan oleh puisi Timur (Cina dan Jepang) yang cenderung bersifat potret belaka dari sebuah suasana yang sedang terjadi dalam penciptaan puisi tersebut. Lantas pertanyaannya, adakah makna lain dari puisi yang berciri seperti itu? Bagi pelaku Zen, ada suasana yang bisa direnungi dari deretan kata dalam puisi suasana seperti itu. Ambil contoh satu haiku Basho seperti ini; Furu ike ya kawazu tobikomu mizu no oto kira-kira diterjemahkan; Kolam tua Katak melompat Suara air Ada gangguan di telinga orang yang bermeditasi ketika suasana di sekitarnya tiba-tiba terusik bebunyian air yang ditimbulkan lompatan katak ke dalam kolam yang tenang. Bisa dibayangkan jika orang itu ada