Posts

Showing posts from January, 2017

Di Mata Musi

: untuk Arco Di mata Musi, kesedihan mengapung pada jeritan burung. Di bawah Ampera, ada duka yang tak kunjung larung. Dan percakapan kita seolah buih dan batang kayu dipermainkan gelombang di tepian sampan. Siapa bertabah gelorakan madah untuk sebuah gundah? Di mata Musi, terlihat betapa berat penyair menuliskan isyarat perpisahan. 2017

Gong Xi Fa Cai, 2017

Ya Sui 1/ Tak ada duka setelah kauterima segala yang merah dengan tabah. Ada mungkin sejumlah kecewa, tapi itu   karena tak bisa membaca pepatah. 2/ Ia, yang padamu diserahkan, semacam petuah – dahan hijau baik disimpan, burung berkicau terpancing datang. Kau, yang menerimanya, tentu paham juga – selagi sanak berkumpul, tidaklah patut menelisik isi sampul. 3/ Ia tak pernah menyesal sebab tahun baru awal. Hanya sedikit kesal pada yang menyoal – rencana menikah sudah pasti gagal? Ia malah merasa bahagia ketika langit jadi jingga. Ketika popo, nene, kungkung, yeye, duduk bersama di satu meja. 2017 Ya Sui           =        lengkapnya Ya Sui Qian, Angpao Popo             =        nenek dari pihak ibu, istilah Tionghoa Nene            =        nenek dari pihak bapak, Kungkung =        kakek dari pihak ibu, Yeye             =        kakek dari pihak bapak, Lay See 1/ Sebagai tanda cinta, sebelum ia p

Beberapa Alternatif Kisah Pendek dalam Alkitab

1/ Pagi hari, sebelum peristiwa pengusiran atas dirinya, Adam melihat seseorang memakai turban besar meletakkan sebatang bambu kecil di mulutnya. Lalu bambu itu mengeluarkan suara meliuk-melengking. Tiba-tiba dari sebuah keranjang, keluarlah seekor ular. 2/ Menjelang petang, seseorang mengetuk pintu rumah Nuh untuk memperlihat gambar. Sebelum Nuh bertanya harga, orang itu berkata, "Gratis, sebagai uj i coba!" Lalu lanjutnya, "Ini kapal bongkar pasang yang pertama ada di dunia. Satu-satunya!" 3/ "Stt! Jangan bilang siapa-siapa," kata pelayan minuman sebelum pelayan roti menjalani hukuman. "Aku tahu Yusuf tak pernah bisa menerjemahkan mimpi basahnya sendiri." 4/ Harun tahu kalau Musa itu sudah lupa siapa kapten kapal yang menolongnya menyeberang Laut Teberau saat dikejar Pharao. Sebab Musa mendikte Yosua begini rupa -- Tiba-tiba laut itu terbelah dua. 5/ Delilah lama mengamati poster potongan rambut

Main-Main dengan Wiji Thukul

Mari Bersembunyi, Widji Jalan raya dilebarkan, di luar batas, seumpama bunga masuk toko. Tadinya aku pingin bilang, Ibu mengenalkanku kepada tuhan, kami sama-sama makan, di mana pun tirani harus tumbang! Kutundukkan kepalaku. Aku selalu tegak. Maka hanya ada satu kata: lawan! Ibu pernah mengusirku minggat dari rumah. Biar jadi mimpi buruk presiden! Maka berhati-hatilah, seekor kucing kurus. Jika rakyat pergi, sesungguhnya suara itu tak bisa diredam, dan terus diisap, kalau diam. Kaulempar aku dalam gelap, aku akan memburumu seperti kutukan! * Setiap larik pada puisi ini    adalah larik pertama    dan larik terakhir dari    beberapa puisi Widji Thukul Mungkin Begini Perasaan Wiji Thukul Melihat Film Tentang Dirinya Masuk bioskop yang pertama menyergap adalah gelap seperti saat karung penutup kepala dikenakan atau masuk ke dalam tempat sempit yang dirahasiakan oleh negara dari sesiapa sorot mata penonton dan layar putih yang terbentang

Dalam Pesawat

Hanya harapan yang akan membuatmu bertahan bahkan meninggi melampaui kesedihan. Tak apa menangis. Tak apa menyeka sisa gerimis di jendela, atau memandang jauh ke bawah, ke hijau lembah, ke kota yang perlahan jadi titik-titik kecil, mengingat percakapan degil bahwa tanpa Tuhan, rencana dalam hidupmu seperti isi papan keberangkatan yang dipenuhi kata terlambat. Silakan tersenyum atau mulai berpikir -- bagaimana cara minta minum pada pramugari dalam bahasa arab atau itali, sebab tadi disebut, "Kita akan transit di Abu Dhabi, sebelum lanjut ke Itali." Ah, lebih baik kau tertawa. Sebab hidup adalah panggung kegembiraan semata. Kesedihan hanya bagi mereka yang belum bisa memaknai derita. Putarlah musik atau tontonlah saluran komedi, sebab berjam- jam lagi, kau akan segera dilanda bosan, atau kenangan, hal-hal kecil yang mengingatkanmu akan dia, akan cepat mengada -- dan membuatmu merasa rindu, tiba-tiba. 2017

Bandar Udara

Seperti cuaca, sepenggal sajak akan terasa banal jika menyoal perasaan. Meski kau tak merasa ada masalah ia menganggap sama -- antara pergi dan pulang, antara menanti dan me- ngantar, bersedih dan bersabar. Seperti mati, ada orang yang bilang: Ia telah pergi. Sedang yang tabah me- ngatakan: Dalam damai, ia berpulang. Memang tak sama -- antara menjerit dan melambaikan tangan, sepasang kekasih berdekapan, bergumam lirih, sebelum merenggangkan pelukan. Namun kau tahu -- beginilah hidup dibangun sebagai bandar udara, terminal, atau stasiun. Dengan se- lembar tiket di tangan, yang kau lakukan hanya bertahan, sebelum kau dengar sebuah panggilan. Namamu. Ya. Namamu itu. 2017

Runway

Satu hal yang pasti, ia akan meninggalkanmu. Atau, kau hanya bisa memandang ke atas dan berseru -- Tubuhmu jelas jadi jejas di tubuhku! Satu hal yang mesti, kau tak akan pernah coba melupakannya. Atau, ia hanya menutup mata, dan kau kembali berdoa -- Tuhanku, lebih dari angkasa, cintaku mengembara! 2017

Boarding Pass

Sebelum dilipat, ia berikan jarak terdekat dari sepatah kata yang nyaris lumat. Semacam rindu tersemat, atau namamu yang selalu diingat, mungkin juga sepenggal puisi Hasmukh Amathalal -- "Surga di sana, neraka di sana, yang kita perlukan hanyalah mencipta jalan menujunya." Setelah masuk dalam saku, ia lempangkan sedikit kelegaan. Seperti denging seusai amar keberangkatan. Semacam gunjing yang ia dengar dari bangku seberang -- "Jangan salah paham, aku tak pura-pura menjauh. Kalau kembali nanti, kau pasti mengerti." Berkali-kali, diraba dada sendiri. Supaya pasti, tak ada yang ia tinggalkan dan tanggalkan di sini. 2017

Baggage Claim

Baggage Claim Pada waktunya, pada tempatnya, ia menyadari hidup hanya menunggu, lalu merasa kehilangan. Pada yang berputar itu, tak ada waktu berpaling. Ia merasa mengembara ke tempat paling asing -- di mana luka adalah miliknya sendiri. Kesekian kalinya, ia mendampar tanya -- Kenyataan, betapa bertalian ia dengan yang tak kelihatan? 2017

Gereja

untuk Hassam Disebabkan dentang, kami datang. Tak takjub pada gigil putih membentang. Tak takut pada roda-roda kereta yang menderu di padang. Musim dingin sudah lama menyiksa. Kami berpasangan, laki-bini, tua-muda, agar hangat apa yang kami punya dalam dada. Disebabkan airmata, kau menjelma -- anak manusia tak pernah jadi tuan bagi dirinya sendiri. Ia hamba -- sedih juga melihat langkah-langkah kami segera disembunyikan gugusan salju. Di bukit yang jauh, cecabang cemara menyembunyikan ceritanya sebagai derau yang menggoyangkan genta itu.  2017

Rasheed

Rasheed Ia memecah sepi itu dengan sax dan oboe . Ia memilah di mana denting piano hadir, di mana ketuk drum jadi sumir. Memasuki relung telingamu, ia jadi kebenaran semu. Serupa keriangan merdu, ia buat kau mutung dengan kehinggaran lainnya. Lalu kau menginginnya masuk, merasuk.   Kau menginginkan mabuk – sampai kebenaran hanyalah milikmu dan kau berhening, justru saat ia makin gaduh. Sampai datang lagi sepi, padamu. Sampai jadi api dirimu. Ia memindahkan kau dengan sax dan oboe ke dunia yang selurus anganmu. Semulus suara di ruang rapuhmu itu. 2017