musim burung

di depan liang kubur
para pelayat terpekur
satu satunya keranda
sudah lama dibuka
"maafkan kami,
tercekam begitu dalam.
dukamu tidaklah abadi.
dukamu selalu kunanti,"
bisik mereka pada gemerisik gerimis

dan hujan mewujud burung
ratusan bahkan ribuan
bertengger di pagar, atap rumah,
dan puncak gedung tinggi
tak sedikit yang riuh di jalanan
suara mereka banjir
berdebur di dada kubur
para pelayat pun mundur

satu satunya keranda
sudah lama terbuka
masih perlukah jendela?
tempat aku memandang burung burung itu
mencari tahu kemana mereka berlalu

"mungkin ini musim burung,
yang kau puisikan di batu batu karang,"
para pelayat itu mulai berbual

lautan pelayat, lautan burung
menghujan di tepi kubur

Comments

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung