Posts

Showing posts from May, 2018

Hidup Bagimu

Tak mengalir pada glasir keramik dingin. Tak menguap dari puncak panas genting. Ia jatuh hanya jika kau ingin menyeduh seteko teh melati di suatu pagi. Ia semacam isyarat biduk bakal mendarat di Ararat. Arah jalan menyimpang orang saleh dari Niniwe. Lembut bagai tembuni budak laki-laki dari Habsyi. Ia yang kepadamu di suatu petang, kumandangkan, "Mari meraih kemenangan!" Tak nampakkah bagimu yang serupa surga di bawah bayang pedang itu? 2018

Jangan Teruskan Membaca...

Jangan Teruskan Membaca Jika Tak Tega, Sebab Raja ini Hendak Membelah Seorang Bayi Kebenaran semacam apa yang ingin kauketahui di dunia ini? Di sebelah sana, ada ibu yang menangis. Sedang di sisi lain, seorang ibu sinis, "Ah, dia hanya pura-pura. Itu anak saya!" Apakah kebenaran harus selalu ditegakkan dengan cara mencabut pedang dan mengancam-ancam? "Baiklah," titah Raja, "biar kubelah dua saja bayi ini!" Sampai seorang ibu makin keras menangis dan mengiba, "Biarlah, Paduka, anak itu serahkan saja sama dia!" Sedang ibu yang satunya berseru bahagia, "Paduka sungguh adil jika begitu. Setiap dari kami akan beroleh sebagian yang sama." 2018

Raja yang Hendak Mangkat...

Raja yang Hendak Mangkat itu Ingin Sekali Memberi Berkat pada Anak Sulungnya, Namun Justru Anak dari Selir Tercinta Mengelabuinya dengan Membalutkan Kulit Domba pada Kedua Lengannya Nasib bisa diubah, bukan? Seperti Yunus bertolak berlayar, tapi tidak ke Niniwe. Seperti Yesus membiarkan Yudas pergi sebelum selesai perjamuan malam itu. Seperti seolah sajak ini dikaitkan pada kisah para suci, tapi sebenarnya ingin sekali kau mendengar satu versi kebenaranmu sendiri: bahwa dalam sajak, penulis berhak membiarkan pembaca tak menemu apa-apa selain kisah yang ingin mereka karang kembali setelah membacanya, dan pembaca juga punya hak membiarkan penulisnya tak terlacak jejaknya, terhilang, dan mati, bahkan menyesali -- mengapa perlu sajak ini dituliskannya. Seperti Harun membiarkan patung emas anak sapi. Seperti Samson menaruh percaya begitu saja pada Delilah tercinta. Seperti Absalom mengundang para nabi pada acara penobatannya sendiri, meski ia tahu benar --

Raja yang Baru Dilantik itu ... (2)

Raja yang Baru Dilantik itu Mematikan Lampu Minyak Saat Anaknya Masuk Untuk Bicara Urusan Keluarga, Alasannya, "Minyak Lampu ini Dibeli Dengan Uang Negara." Agar sampai maksudmu, kau cukup memperdengarkan suara. Tak payah menyimak kerut di jidatku, alis yang perlahan naik, atau bentuk bibir semakin maju. Mata kita tak pernah terlatih meneliti dari mana lahirnya kata. Karena itu, iman datang justru dari pendengaran belaka. Seperti pada suatu malam, Musa merasa begitu heran pada sebentuk semak yang menyala. Namun ia berserah sebegitu menghamba, saat mendengar firman : Akulah Dia. 2018

Raja yang Baru Dilantik itu...

Raja yang Baru Dilantik itu Malam-malam Memanggul Sekantung Gandum agar Ibu dan Anak-anaknya Tak Lagi Memasak Batu Tentu, ia menghindari tatapanmu, agar kau mengira -- ada lelaki kasar, berbadan besar, terlambat pulang dari pasar, lalu masuk kampung kumuh pada malam penuh keluh, dengan karung di punggung, mungkin berisi jagung, atau hasil seharian memulung. Namun kau justru merasa ganjil, merasa terpanggil jadi saksi sebuah aksi lalu segera kau undang teman-teman, saudara semua, agar tak melewatkan satu malam istimewa di mana harapan sebaik-baiknya bisa saja hanya memastikan masih ada yang bisa dimakan saat sarapan. 2018

Kau Ingin Meminjam Mata ...

Kau Ingin Meminjam Mata dari Matahari tapi Hari Masih Dini dan Malam Belum Ingin Melepaskanmu dari Mimpi Padahal kau ingin menerangi jalan gelap itu. Jalan yang diam- diam menyesatkanmu dan menunjukkan seseorang mirip denganmu sedang duduk uncang kaki dan menyanyi, "Di timur, Matahari..." 2018