Posts

Showing posts from March, 2014

Mei Hwa

Aku melewatkan banyak musim di tubuhmu, Bunga. Melewatkan semua yang kelam, yang ditenggelamkan dan dilupakan orang. Kau seperti lantai jembatan tua yang hanya berderak pelan, ketika aku berjalan. Bahkan ketika mataku melihat perahu itu, Bunga. Aku tak mengenalmu lagi. Selain besi-besi karatan penghalang pandang. Kau jadi jeruji di mana luka jadi bayang-bayang, dan orang lebih percaya pada harapan. Padahal, Bunga, kau begitu setia pada setiap peristiwa hingga aku selalu berlari dan ingin segera meninggalkan. Bukan untuk melupakanmu, Bunga. Tapi lebih kepada menjadikanmu sebagai bagian yang abadi dari bayangan. 2014

Bunga yang Mengirimkan Api

Jangan bersaksi dusta! Jerit yang merah itu. Aku kupu-kupu dijerat cahaya. Meski sesulit kekakuan rerumput, ada yang tak biasa untuk bersungut - Ah. Kau! Jika kukepakkan sayapku, udara di Putusibau, tak bisa semenarik dan seterik di Nanga Badau. Dengan berperahu dua hari lamanya, kita bisa berpura-pura, rayumu. Tapi kau bunga, dan yang merah itu seperti api dari surat kabar. Juga cahaya yang berpendaran di atas riak sungai menambatkan perahu. Seperti aku yang ingin mengisap madu, nektar, dan merah yang menjerit serupa suaramu. 2014

Bagaimana Capung Melihat Dunia

Ingatlah peristiwa ini: Musa baru saja selesai menulis, sedang di bawah bukit, Harun tak kuasa menolak upacara di hadapan patung sapi emas. 1/ Dalam semak itu, seekor siput merambati tangkai bunga, tapi lingkar kambium tunggul itu tak lagi mengingatkan tentang waktu. Barangkali, saat itu, kau mendengar ada yang menyanyi dengan syahdu; "Cahaya siang telah datang, dan aku ingin segera pulang." 2/ Seekor capung yang baru saja hendak terbang mengira langit terbuat dari lembar-lembar kain sutra. Sementara berhelai-helai dedaunan rumput seolah tangan yang menghimbau; "Siapa yang memihak pada Tuhan, datanglah ke depan kemahku!" Dan berkumpullah kita, di halaman sajak. Capung itu melihat cahaya di balik semak. 3/ Rasanya, seekor burung pernah mematuk serpih kayu itu. Entah di kulitnya, atau bagian batangnya yang mudah pecah. "Sekuntum bunga seolah menyala, Tuan." Bisik kepik dari balik bayang. Kau tak melihatnya? Aku han

Dari Kata-Kata Penghiburan

Kata tak bisa membuat gajah, rusa juga segerombolan angsa jadi sepi semata. Meski di tepi air, perahu dan angin sibuk melansir kabar dari batu dan pasir. Di tangan nelayan,di jalin jala dan pukat, ada banyak hal jadi hampa dan pucat. Ah. Dunia. Berapa lama lagi kau harus dihibur? Dan duka, tak bisakah kau pecah hanya dengan tangis dan airmata? Para pelayat seperti penikmat doa dan ayat. Firman yang jatuh di tubuh Adam sebagai perintah - Berilah nama pada semua binatang. Maka, aku tahu kau gajah, rusa, juga angsa, sebagaimana geliat ikan yang tanpa suara telah disabarkan dari duka dan dunia. Dari kata-kata penghiburan yang kukenang sebagai maklum kilap kuning di tubuh eufonium. 2014