Posts

Showing posts from January, 2015

Anjing di Atas Pasir

: Wayan Sadha Berkali-kali aku hadir dalam wujud seekor anjing. Di pantaimu aku mengembara, di pasir-pasir itu aku digambarkan. Aku janji, tak akan menggigit sesiapa. Hanya sekali-kali menyalak mengingatkanmu akan kehadiranku. Menggenapkan janji seorang satria akan dharma dan hukum karma. Seperti di kisah tua, di samping Yudhistira sebelum mencapai nirwana. Aku akan terus terjaga dan menjagaimu dari rupa-rupa malapetaka. Seperti puisi: bening dan murni memuaskan keingintahuanmu akan bahasa --- sesuatu yang kelak diteruskan dari masa ke masa. Berkali-kali, aku menyalak. Mengingatkan bahwa kehadiranmu di dunia hanya sementara. Sedangkan aku tetaplah seekor anjing di atas pasir di pantaimu. Di hari-harimu yang penuh gambar. 2015

Sonat Magicae

Bagimu, yang berkesiut dari lembah dan menyentuh punggung leher adalah isyarat betapa aku begitu tabah tak ingin menghentikan atau mencegah perjalanan yang kau mulai di pagi ini. Semoga. Bagiku, bunyi pintu yang perlahan dibuka dan yang terdengar berikutnya adalah doa yang harus kuucapkan demi keselamatan juga kesehatan untukmu sepanjang udara dihembuskan, sedalam isi hati ini. Begitu adanya. 2015

La Sonnambula

1/ Dengan cerita dan latar pedesaan, aku berjalan sebagai kekasih. Angin tersisih dari padang rerumputan. Cahaya dari bukit-bukit jauh menyentuh segala, baik petani, pekerja pabrik, dan tuan tanah bersahaja. Seolah diberkati bunga-bunga melati dan pesona warna anyelir, aku hadir pada suatu pagi. Dibuka dengan nyanyian; "Hati adalah segalanya. Penerimaan juga takdir. Keindahan rupa dalam suara penyair. Dan cinta seperti kata maaf di depan nisan. Kau buka tangan dan meletakkan topi di dada. Tanda hormat juga memberi restu." Tak ada yang merasa iri pada kehadiranku. Tak juga mereka yang tinggal di istana. 2/ Kesedihan hanyalah kesediaan menerima kegelapan, dia muncul tanpa pesan dan perkataan-perkataan meyakinkan soal kesetiaan. Dia gelap bagaikan jelaga langit menjelang hujan. Kau tahu, aku tetap terjaga seperti gajah di pinggir telaga. Meski di dalam pikirannya semua: petani, pekerja pabrik, dan tuan tanah itu merasa semua rahasia akan terbuka

Batur Taskara

: Nyoman Lempad 1/ Cahaya bulan tak dapat mencegah kemungkaran atau tidur abadi. Siapa pun dapat berbisik dan melarangmu pergi. Tetapi hanya kita yang akan menjemput kemalangan diri sendiri. 2/ Cintailah aku seperti pensil dan tinta melekat pada kayu dan kertas, seolah cinta adalah sesuatu yang kelak membekas dan tak pernah lekas lepas. Meski di Patali Nagatun, mereka masih mengingatmu sebagai pelarian. Meski nanti, beragam senjata mengakhiri segala penderitaan dan kenangan. 3/ Aku, Witaskara, berulangkali menyucikan diri, tapi berulangkali pula kau melihat kelam dalam diri. Sejarah, Puan, membawaku ke negeri-negeri bersalju, meski gambar-gambar tak berwarna itu. Aku, Witaskara, berusaha sepenuh hati melengkapi apa yang kau rasa kurang: detail dan motif ukiran, tapi sejarah, sekali lagi, mengembalikanku pada dirimu yang selalu menjatuhkan aku pada lubang pohon randu. 4/ Cintailah aku seperti dendam rakyat Patali Nagatun, yang tak tuntas mencarimu karena dua

Datanglah ke Pulauku

Datanglah ke pulauku, meski kau cuma sampan, tambang yang terentang di darmaga, tangan yang serupa bayi menggapai ibunda. Ombak di lautku tinggi dan garang, tapi dia tak akan sampai menenggelamkanmu, gemuruhnya padan dengan ringkik kuda di padang, kau akan merasa tak ada bahaya mengancam. Gumpalan awan di atas laut itu juga tak mengirim hujan. Cuacanya terasa damai di dada. Datanglah ke pulauku, meski kau hanya angan, perasaan menduga akan harapan, seperti pesan dalam sampul merah muda dengan kata-kata cinta yang meronta. 2015

Kembali

Kembali aku kalut di lautmu, mencari mana kepala mana ekor sementara badan tak kelihatan. Beban hidup seumpama gajah dalam sampan, bunga besar dalam bokor yang tak pernah kutahu di mana akan diletakkan. Dan ombak jadi sekumpulan kaki yang lincah mengarah ke berbagai arah, ke lain sektor pencarian dan pemetaan. Akan dilabuhkan di mana aku, akan didamparkan, atau ditenggelamkan, atau jadi suara pengumuman di atas menara suar. Kembali aku kalut di lautmu, di mana berpikiran bersih atau kotor, tak memengaruhi apa yang kelihatan. 2015

Mitologi Hujan

Cinta seperti ini memang ganjil, kau angin dan aku awan terpanggil - mengikutimu. Diombang-ambingkan perasaanku, tanpa tali, sulur atau apapun yang mampu menahanku dari jatuh dan berulangkali mengaduh. Cinta seperti ini sungguh degil. Kau terlalu percaya: jarak akan memertebal rindu. Sementara aku setiap kali merasa ada yang bisa kulepaskan saat kau begitu tergesa : sesuatu yang mirip hujan. 2015