Posts

Showing posts from May, 2015

Di Dekat Rumahmu

Aku terperangkap. Ada semacam ruang gelap memaksaku tinggal dan meninggalkan perasaan: akulah penguasa tunggal. Berapa lama disekap? Tak banyak permisalan bisa menjawab. Kau ingin selamanya, aku tersengal. Aku ingin sementara, tapi kau memaksakan: Di antara laluan waktu, di dalam lembaran kisah, yang gazal hanya diriku sendiri. Kata-kata jadi musiman. Ini kamus bahasa yang terkembang. Banyak hal dituliskan dengan cara baru. Disandikan dalam beragam susunan. Seperti candi, di atas bukit terjal dia berdiri. Puisi yang menyusun tubuhnya menjadikanku digusur perlahan. Di dekat rumahmu, kenangan jadi raja. Berhari, berbulan, bertahun lamanya. Sedang aku hitam abu. Dihidangkan huruf & angka gagu. 2015

Menunggu

Jika kau perhatikan benar, seluruh tubuhku adalah jalinan kata-kata. Mereka terpilih untuk terpilin jadi kulit dan serabut daging. Pembungkus pembuluh darah dan organ-organ dalam. Semacam perasaan yang kini begitu diabaikan daripada diabadikan. Dibicarakan tetapi dicabarkan sampai dingin bahkan seluruhnya lepas sebagai angin. Jika kau berhati-hati pada kebenaran yang terjadi adalah kau tak percaya hanya kata-kata yang bisa menuntunmu pada makna. Ada rekatan dan retakan yang membuat kau merasa – ada yang lebih dari sekadar suara dan suasana. Ada yang menawarkan sesuatu di dalam sana. Di dalam rongga tubuhku, di didih darah di tubuhmu, di ruang-ruang tak tersentuh dan di raungan bergemuruh yang tak didengar tapi sampai juga getarnya di dalam jiwamu. Jika kau pertahankan kebenaran dari kata-kata dalam tubuhku, yang kau gapai hanya gambaran-gambaran semu. Seperti pada suatu pantai kau menunggu; selain ombak, pasir, karang dan pecahan kerang, perahu-perahu nelayan s

Dukamu

Dukamu kubawa pada kedua telapak tanganku. Pisau-pisau itu tertancap dan tak bisa kucabut. Luka mengalirkan suara yang bisa kaudengar dari puncak gunung-gunung beku. Dari hutan dan hulu sungai. Dukamu kubawa dalam sampan. Dalam suatu suasana kaku: aku adalah yang diperjalankan di atas retakan dan rekatan danau kaca. Kau penumpang menjelang ajal. Mengerang, dan menyebutkan nama-nama dan beragam kenangan. Hijauan yang tumbuh dari ceruk kelam menganga. Dukamu menjelma malam dan tubuhku yang terbuka dan terluka. Malam yang merintih sebelum pecah semua jadi buih. 2015

Siklus

Jangan bayangkan mereka yang mati. Sebab kau berulangkali jadi belulang di antara belukar nanti. Bayangkan tunas, dedaunan, bunga dan burung yang akan bersarang di cecabangmu yang anggun. Bayangkan juga tawa bayi di sayap kupu-kupu. Setelah kepompong itu terbuka, setelah bunga-bunga merona. Aku melihat gemerlap sisik ikan, keciap burung dan kepak juga kecipak kehidupan. Daun dan biji berjatuhan. Kusaksikan juga para nabi berjalan-jalan di taman, air matanya bercucuran, tapi senyumnya seperti ditahan. Mungkin Tuhan berfirman di antara kehidupan dan kematian. Di antara aku yang menulis dan kau yang membuka pintu rahasia dari reruntuhan kata. 2015

Menyusuri Gang di Kotamu, Lang

Menyusuri gang di kotamu, Lang, seperti menggali keabadian mahluk-mahluk yang lama ditaklukkan waktu, dipukul pada tengkuk lalu rubuh serupa pemabuk. Nama Tuhan dipekikkan dalam suara yang beda sama sekali dengan ketika mereka berbincang di warung kopi. Seakan mereka berubah menjadi mahluk bermahkota dan bertanduk. Puluhan gang di kotamu, Lang, adalah cermin diri yang ingin abadi. Lestari dengan ketelenjangan, kepura-puraan, dan rasa ingin menjadi para penakluk. Entah apa yang ingin dimenangkan di gang-gang ini, Lang. Sebab yang kulihat semuanya berwarna ceria. Seakan di sini anak-anak tak beranjak dewasa. Meski beragam kutuk dituliskan dan digambarkan. Dan menyusuri gang di kotamu, Lang, aku justru ingin merapikan diri. Becermin pada puluhan simbol dan gambar dengan bentuk yang pelan-pelan aku nikmati. 2015

Negeri Penuh Kengerian dalam Kepala Grochala

Yang pria, tanpa mahkota. Hanya ada rajah di seluruh raga. Wajahnya tenang, seperti sebuah kolam yang mengajakmu berenang. Yang perempuan, bergaun panjang (bisa berwarna hitam bisa juga putih, silakan kau pilih) Api di wajahnya telah lama padam, tapi matanya mencari kesempatan untuk mengajakmu pergi. Di negeri ini, aku merasa lebih baik jadi burung, atau batu akik. Sebab anak-anak di sini selalu memekik dan terlihat murung. Masa depan mereka menganga seperti pigura. Dalam kepala Grochala, persis kata-kata yang kuingat, kondisi negeri ini ditulis dengan aksara berwarna menyala : Orang Suci dilarang masuk ke sini. 2015

Yang Kecil itu Ajaib, Yip

Yang kecil itu ajaib, Yip. Dia bisa jadi seekor ngengat. Malam jadi dunia bulat. Dunia di mana kau dan aku berseberangan. Seperti wujud dan minat pada bahasa. Yang kecil itu istimewa, Yip. Dia bijaksana namun tak hendak mengalah. Seperti bayang menerpa wajahnya yang menangis. Dia memberi tanda: dunia tak hanya gelap, tak hanya lanskap. Kita memang kecil, Yip. Seperti kata. Seperti sapuan warna. Tapi kita lengkap, seperti perangkap dan umpannya. Meminta mereka masuk lebih dalam. Ke dalam mimpi mereka sendiri. 2015