Posts

Showing posts from May, 2013

Buku yang Bagus

Kau, buku yang bagus Perjalananku, dari halaman ke halaman Pengembaraanku, melebihi kenyataan Kau, buku yang menyebabkan aku secara perlahan menghilang. Jadi kata-kata yang hanya kita yang mampu menerjemahkan. 2013

Manis Getir

Dalam sajakku ini, ada sebuah rumah pohon. Tepatnya, rumah di atas pohon berbuah kuning lembut. Kau, menyebutnya kuning jeruk. Sampai-sampai kau terus memanen dan menangguk. Sementara, aku mengira kau mabuk, tapi hanya aku yang terhuyung, limbung meniti tangga tali. Dalam sajakku, awan diciptakan dari cerobong pabrik berwarna putih biru. Mirip gunung es yang terapung pada sungai kecil yang tercipta dari gerak seorang penari. Entah kaki atau siripnya, menyentak menciptakan ombak. Kau bisa membayangkan sebentuk payung terbalik. Karena memang tak ada hujan, dalam sajak ini. Tanah, dalam sajakku ini, berwarna cokelat cerah. Sekusut rambut, anak-anak yang bermain gelembung di hari cerah. Gelembung dengan bayangan sekeranjang buah kuning. Yang tercipta dari ombak seperti payung. Dan samar-samar kulihat ada beberapa pohon berbuah kuning di antara tanah kecoklatan, seperti riang anak berloncatan yang tercipta dari keinginanmu. Keinginan yang begitu manis, sekaligus tera

Laut yang Kusut

Diberangkatkan oleh Kush, aku perahu layar, senja masih putih, awan menyisih di daratan. Itu meja atau kabut? Menghalang pandang datar, Keras seperti serpih hidup. Angin meniupkan kata-kata yang tak kunjung kutemukan. Yang mungkin kau maksudkan sebagai petualangan biasa ketika malam datang. Aku lebih dulu yakin tak ada ikan paus selain gelombang melanda pada laut yang kusut ini. Laut yang mabuk kapal pesiar, helai daun kelapa, dan matahari kuning keemasan di atas ufuk. Laut yang menceritakan kesunyian ini dengan warna ombak yang kuat. Biru seperti mata gadis-gadis Rusia. Seperti cerita perpisahan yang membuatmu terharu hingga mengajakku memasuki sebuah galeri seni rupa. Seperti tulisan Jonathan Eig di majalah Time Out tahun lalu. 2013

Dan Waktu Seperti Tertidur

Waktu seperti kasir yang sibuk menghitung perniagaan kita sehari-hari: rugi atau untung. Kita bandar besar, kapal dagang dan kapal perang berlabuh di dermaganya. Di gerbang, pengemis dan pelacur menunggu keajaiban datang. Lonceng berdentang. Dupa dan korban bakaran dihidang di atas altar. Mayat gelandangan tergeletak di trotoar. Pemabuk menyitir khotbah para pembesar : Kita tak boleh merugi. Rakyat harus dilecut berkali-kali! Waktu lelah. Wajahnya kuyu seperti kurang tidur dan catatannya kotor, terkena tinta luntur. Kita kubah dan balkon istana. Tambur dan terompet berkali-kali bergema di sana. Di alun-alun, penjaja buah dari negeri asing beradu mulut dengan penjual minuman. Menerka hujan datang tak sesuai musim. Sekawanan burung vultur berkerumun. Barangkali ada sisa makanan di dekat dapur. Seekor anjing melintasi pemakaman, habis menggali belulang. Dan waktu seperti tertidur. Di sudut kafetaria, seseorang tampak terpekur. Ada hal-hal yang belum selesai dia

The Piano

Kurasa, kau tak akan pernah menduga apa yang kurasakan saat jemarimu menyentuh. Aku seperti tangga kecil panjang, merah menyala. Kau adalah deretan rumah berwarna teduh, yang membagi dunia dengan tiga lapisan: awan mendung, pegunungan berwarna pucat, dan padang pasir dengan benda-benda seperti logam bertebaran dalam waktu yang semakin larat. Kurasa, kau tak akan pernah mengerti apa yang kuinginkan ketika angin mengukir jejaknya di atas pasir, pada rumput teki yang sejumput-jumput di sela-sela pasir. Aku piano dengan ruang gema terbuka, kau daun-daun hijau yang mendesak ke langit, mengundang burung-burung - bahkan jika mungkin - hujan yang bergulung begitu sengit. Hanya kali ini, aku tak ingin kau menebak. Kubiarkan kau duduk dengan jenak, sementara ada yang terbang lebih tinggi daripada burung dan jatuh lebih debam daripada hujan. Semacam jarak yang kian merapat. Lalu habis suara. 2013

Dilarang Membanting Pintu

Perjalananmu begitu jauh. Dipayungi deretan tiang listrik dan pemandangan gurun yang kuning terik. Kanopi pepohonan di sekitar atap rumah kita tetap rimbun, bahkan ketika kau pulang setelah mengembara bertahun-tahun. Hanya satu yang aku kuatirkan. Bukit ini sedang sakit. Gerowok besar menyisakan dinding penopang sedikit. Kalau nanti kau datang kembali, berjalanlah memutar. Jangan lewat ke dekat sumur. Tali timba itu tak panjang benar. Aku kini kesulitan mengambil air. Dasar sumur itu jauh dan gelap. Seperti perkiraan harapan yang bakal runtuh. Hanya ada jembatan kecil dekat gurun. Tempat dulu kita pernah memungut sehelai daun. Dan menuliskan harapan akan hujan. Perjalanan dari satu ke lain daratan. Seperti bunyi guruh dan awan mendung yang datang. Kau mendengarnya? Kukira hanya suara derit mengambang, Setelah cahaya itu mencair dan jatuh. Menimpa sesuatu yang angkuh dan lumuh. Pintu yang terbuka separuh. 2013

Kekuatan Katak

Duduk dan diamlah di sampingku memandang langit penuh bintang dihiasi asap dari cerobong-cerobong pabrik yang tampak limbung dan berkabung, karena sebentar lagi katak di atas tunggul pohon itu akan segera melahap kunang-kunang. Atau – kalau kau merasa bosan – silakan menerka waktu yang dimiliki sebuah jam bundar cabang pepohonan yang meranggas, daripada terus murung mengira asap tipis dari sebuah rumah luruh dan membelah  birunya lautan yang dipenuhi bayang-bayang hitam pulau-pulau kecil itu. Jika kau sadari, kita berdua seperti dua lampu sama ukuran tetapi berkebalikan bentuk, dan kau bebas memilih: yang dipasang tergantung atau yang ditopang kayu serupa tanduk kambing. Atau jika kau merasa curiga aku akan meninggalkanmu, anggaplah kita hanya sepasang lampion panjang berwarna merah cerah saja, supaya daun tetaplah hijau, dan malam abadi dalam hening keremangan. Dan ketahuilah, tak perlu kau memahami dengan tepat aneka bentuk dan mahluk yang ter

Sebelum Kita Tertidur

Kau memulai dongeng malam ini dengan pertanyaan, "Sudahkah kau mencuci tangan?" Aku jadi teringat Pilatus. Dia yang mencuci tangannya sambil berkata, "Itu urusan kamu sendiri!" Sebelum kita tertidur, selalu saja ada cerita bahwa tubuh seperti rumah ibadah di mana kita tak boleh meniagakan atau menganggapnya tempat sampah. Dan kau menyanggah, "Mengapa di lengan kirimu kau rajah simbol derita?" Bagiku, tidur dan mimpi hanyalah cerita  yang tercipta dari derita sepanjang hari, dan sedang kau menganggap semuanya sebagai harapan akan hal-hal baik, yang belum terjadi. Karena itu, kau akan mengamini kalimat di setiap akhir doa yang kita panjatkan bersama sebelum mata kita merapat lalu mengalirlah cerita tentang malam di sebuah taman, di dekat sebatang pohon, di mana Kristus berdoa dan berpeluh, sementara murid-muridnya tertidur, sedangkan Ia sudah berkata, "Berjaga-jagalah!" Sebab tidur adalah berjaga, dari kemungkinan mimpi b

Space Talk

Pernahkah kau bayangkan  waktu sebagai ruang hampa udara yang gelap? Sepuluh tahun dari sekarang, akan dimulai penerbangan partikelir ke bulan, sementara kita berdua semakin sigap menjagai anak-anak dari pengaruh buruk televisi dan saling menjaga kesehatan kita masing-masing dengan setiap pagi mengingatkan, "Jangan lupa minum vitamin." Aku pernah merasakan  waktu seperti tinta yang pekat di dalam pena. Sepuluh tahun yang lalu, tak ada surat cinta dariku untukmu, atau sebaliknya. Dunia maya menghilangkan kebiasaan menyurat. Kita bicara ketertarikan itu dengan dasar avatar - senyum di fotomu menyenangkan untuk dilihat, sedang kau mengatakan avatarku menjadi pecah jika dibesarkan. Kurasa, jika ingatanku tak payah, kau pernah berkata, "Jika kita sedang bersama, waktu  hanyalah tiba-tiba. Untuk selamanya." Berpuluh-puluh tahun kemudian, kita akan  menangis bersama, bukan? Ketika pelan-pelan waktu menyingkirkan  kita dari anak-anak yang beranjak