Posts

Showing posts from April, 2017

Kuburan Panjang

Walau semacam lubang, ia tak gentar melepas gemarnya pada lekuk tubuhmu, pada rasa takut di hatimu. Ia tak mengintai, justru terlihat begitu santai, sebagai lubang yang damai. Orang-orang suka sekali duduk dengan khusyuk merapal doa, atau berbisik menyoal -- siapa yang seharusnya masuk lebih dulu ke lubang itu. Sebetulnya, maut itu ramah dan sopan, hanya tubuhmu sedang terguncang dalam sembahyang dan waktu adalah ia yang tak hendak bersabar. Ia telah siap menguruk tubuhmu jika terjengkang dan jatuh ke dalam lubang yang terus memanjangkan badan sejak kau lepaskan diri dari buaian. Jangan takut, ia lubang yang aman. Di dalamnya, kau akan terlindung dari kesakitanmu sendiri dan kau bukan lagi seorang pesakitan di dunia ini. 2017

Doa Pagi

Terima kasih kau masih mau jadi kekasih. Anak bungsu yang bengal dan berulangkali memperturutkan nafsu tadi malam pulang dalam demam rindu. Batu karang yang pernah bimbang sudah tinggi menjulang. Hampir ia jadi suar, meski cahayanya kadang gemetar. Terima kasih.  Bersama matahari, janjimu hadir kembali. Agar bakung dan azalea mekar dalam debar di bawah jendela. Supaya kanak ternak menyusu dengan lahap pada induknya. Terima kasih kembali , katanya, karena kau masih mau berdoa; berdiri di atas unggun duka, dan memberkati semua luka. 2017

Malam Tak Selamat

Senja telah lama hilang di alismu. Bulan yang ingin melihat semburat merahnya mengintip malu-malu. Seperti rumpun putri malu disentuh jemarimu. Seekor elang pulang ke sarang setelah menemu cinta yang hilang -- pada tali dan tiang kapal di pelabuhan kecil itu. Kau ragu-ragu; ingin pulang dari mimpi atau malah datang menjemput tidurmu. Malam yang baru menggelandang di atas kotamu, kini menggelinding ke arah ranjangmu. "Sembunyikan aku dari para peronda yang gemar membunyikan tiang-tiang listrik di sepanjang jalan dan gang di tubuhku!" Melongok ke bawah ranjang, kau justru seperti menengok masa lalu. Kau tak menyangka malam adalah tubuh kecilmu yang dulu suka telanjang memainkan layang-layang di tanah lapang. "Dasar penyair, bukannya menolong malah melolong seperti melihat hantu." Malam itu, kau tak bisa menyelamatkan malam dari cengkeraman rindu. 2017

Memasuki Kotamu

Dengan keledai muda, ia masuk dari gerbang utara kotamu. Kotamu adalah ketakutan yang menyala-nyala dalam diri, sebelum dihapus semua mimpi. Kau masih tidur, masih belum tamat membaca mazmur. Sambil melambaikan tangan, ia singkirkan ketakutannya sendiri. Kotamu adalah kekuatan baru bagi nyali seorang pemimpi. Ia tahu, tubuhnya akan ditidurkan di atas ranjangmu. 2017

Sajak Biru

Maut tak kuasa memuat sengatnya Ia hanya lagu sedih, yang kalis nada tangis Kubur tanpa bungaran bergeser batunya Dan sebuah tanya, " Siapa yang kaucari, Gadis?" Sebentang malam di Emaus, terbuka kitab kudus Pada jejas paku dan seligi, ragu pun tempus Dua belas pelita makin terang nyalanya, perjamuan bagi kasih karunianya. Kekasih dan pengantinmu, rimbun pokok terbantin Semurni haus dan rindu rusa pada air telaga jernih dan dingin Ia cukupkan kuncup kuncup luka. 2017

Setelah Berlibur

Setelah berlibur, tubuhnya tampak lebih gelap, dan makin berlemak. Bagaimana tidak? Setiap pagi, mimpinya lari. Sedang ia hanya sarapan roti lalu tidur lagi. Menjelang senja, mimpinya pamit sambil mengamit kenangan untuk jalan-jalan ke tubuhnya yang makin malam. Di tepi pantai, tubuhnya pandai berandai-andai, "Pada sebuah pantai, tiga atau sepuluh depa di depannya, tak ada yang mencari cinta pada tiang dan tali kapal,.." Ia memang berlatih mengamati tubuh-tubuh baru walau sedikit buru-buru. Maklum, senja makin alum dan ia harus segera kembali ke rumah sebelum dirinya bangun. Sesampai di rumah, dilihat dirinya masih tidur. Lelap sekali. Seperti habis lari dari kenyataan berhari-hari. Ia lekatkan lagi mimpi ke keningnya. Ia rapikan ujung-ujung tubuhnya yang kusut. Dicium dirinya dekat ubun-ubun, sambil berkata, "Jangan bangun dulu, liburan masih tiba dan belum ke mana-mana." 2017