Posts

Showing posts from September, 2020

Menyerahkan Keakuan untuk Menjernihkan Keadaan

Image
  Menyerahkan Keakuan untuk Menjernihkan Keadaan … Di sana di di gurun aku mati terbaring Sampai suara dari langit berdenging: “Bangkit O Nabi! Kehendak-Ku kerjakanlah, Kau kini telah menerima dan mendengarnya. Di darat dan di laut tanggunganmu penuh Dan membakar hati manusia dengan kalam-Ku.” (Sang Nabi, Alexander Pushkin) Dalam puisi Sang Nabi, karya Alexander Pushkin itu, disebutkan pada akhirnya nabi itu akan mati. Menihilkan diri. Menjadikan (kehendak) Tuhan yang menjadi. Seperti apapun kondisi yang menjadi latar kenapa zaman perlu disuarakan. Namun, peranan nabi itu tidak berhenti, meski ia sudah mati. Ia akan terus disebut dan diseret dalam pemikiran mereka yang membaca dan mengalami zaman (dan karya kenabiannya) itu. Sebutlah, semisal saat ini kita tengah menghadapi pagebluk, kita pasti teringat akan ketabahan Ayub. Tokoh dalam alkitab itu mengalami kenahasan luar biasa. Anak-anaknya baik laki-laki dan perempuan mati mendadak. Demikian pula ternak dan ladangnya pun hancur musna

Menjelajah Dunia Puisi Muammar Qadafi Muhajir

Image
  Menjelajah Dunia Puisi Muammar Qadafi Muhajir Dalam puisi Mati Pelan-pelan, karya Pablo Neruda ditulis; Siapa tak menjelajah, siapa tak membaca, siapa tak dengar musik, siapa tak temukan kasih dalam dirinya, ia mati pelan-pelan. Maka dengan kesadaran semacam ini, saya rasa, sebagai seorang pemuda, Muammar Qadafi Muhajir bertekun melakukan penjelajahan dan pembacaan akan banyak hal. Dari karya-karya sastra lama, hal-hal yang berhubungan dengan iman dan ibadat (sebagai seorang muslim), lingkungan dan adat setempat, sampai kata-kata di dalam kamus bahasa pun dijelajahnya untuk menghasilkan puisi-puisi yang terkumpul dalam buku puisi berjudul Kubah Sajadah Murhum, buku debutnya ini. Adalah Pustaka Kabanti yang disebut secara tersirat dalam satu puisi dalam buku ini menunjukkan tempat di mana Muammar ini bertumbuh kecintaannya akan sastra dan kabanti yaitu salah satu bentuk puisi tradisional yang panjang yang dibagi beberapa bait dan tiap baitnya berima sama pun dipelajari dan dibuat oleh

Menyairkan, Menyiarkan.

Image
Menyairkan, Menyiarkan.   … Ada guguran salju di bukit-bukit itu! Dan seluruh diriku ada dalam genta-genta. Yang kelonengnya tak bisa menyelamatkan siapapun dari jurang! (Penjelajah, Osip Mandelstam, 1912) Saya menerima sebuah buku puisi berjudul "Bunga, Kupu-kupu, Mimpi dan Kerinduan" karya Wirja Taufan yang merangkum puisi-puisinya dengan bertanggal tahun 1983 sampai 2020. Hal ini mencerminkan sudah lumayan panjang laku kepenyairan yang telah ditempuhnya. Wirja Taufan, yang berdasarkan epilog yang ditulis oleh sastrawan Damiri Mahmud, juga pernah menggeluti profesi lain selain menyair yaitu penyiar radio (tepatnya RRI). Seorang penyair, seperti petikan puisi Osip Mandelstam yang saya kutip di atas, adalah benar sebagai seorang saksi zamannya. Ia hendak berbuat sesuatu untuk apa yang ia saksikan. Dalam puisi itu, tersirat bahwa ia sepenuhnya berada dalam genta dan membunyikan tanda bahaya (genta, bel). Meskipun ia juga sadar belum tentu hal itu bisa menyelamatkan seseorang.