Posts

Showing posts from 2018

Dua Bulan di Puncak Gunung -- Aku Merenungkan Ini

Dua Bulan di Gunung, Aku Merenungkan Ini Kelak tubuhku tak akan kau sentuh lagi, dan saat itu, aku tak hendak peduli. Namun saat api siap menghabisi nasibku, bagimu, aku, baru punya arti. 2018

Dua Bulan di Puncak Gunung -- Kelak Akan Dihapus

Kelak Akan Dihapus Pertanyaanmu dan kesulitanku untuk menjawabnya akan dilebur oleh caranya menghibur, "Apakah waktu satu-satunya Si Penggali Kubur?" Kekecewaanku dan caramu menempatkan harapan akan ditukas oleh kesetiaannya menjaga yang bakal tumbuh dari yang dicabut, dipatahkan, lalu dijadikan tanda pada kubur itu. Kemalanganmu dan petualanganku kelak akan dihapus oleh janjinya untuk datang di kali yang lain, membawa bunga, doa, dan cerita yang dibuka dengan kata, "Berbahagialah..." 2018

Dua Bulan di Puncak Gunung -- Lagu Persembahan

Lagu Persembahan Langit tak menyimpan kekecewaan di balik awan. Awan tak menahan kesedihan di punggung angin. Angin tak akan memberi  kebencian pada pohon. Pohon hanya ingin memberi tanda pada tanah. Tanah selalu bersyukur pada yang bakal dikubur, seperti rahasia sekecil debu --  betapa muskil aku tak mencintaimu. 2018

Dua Bulan di Puncak Gunung -- Gunung Akan Mengisahkan Air Mataku

Gunung Akan Mengisahkan Air Mataku Sebagai sebatang sungai menuju lembah mengairi ladang dan sawah, dan seorang gembala membawa ternaknya untuk man di dan minum setelah lelah bermain dan kau hitung dalam malam menjelang tidurmu. Gunung akan mengisahkan air mataku seperti laut dengan gelombang ganas hendak membolak-balikkan perahu di mana seorang nelayan berusaha tetap tenang dan tertidur dalam kenangan dan harapan untuk segera berjumpa denganmu. Namun gunung tak ingin membuka rahasia bahwa air mataku hanya embun bergulir sebentar pada daun selembar sebelum dibakar matahari pagi yang membuatmu bangun dan merasa -- ada yang hilang pada dadamu, dan seorang penghibur dijanjikan bangkit  untuk menemanimu. 2018

Dua Bulan di Puncak Gunung - Elegi bagi Gadis Tak Bernama

Elegi bagi Gadis Tak Bernama I will be king and you will be queen through nothing will drive them away (David Bowie, Heroes) Wajah maut adalah sisi hidup dengan kilau sebilah pisau. Ia adalah bagian dari kegembiraan yang kau tak perlu risau. Sajikan saja roti gandum, jelai madu, dan anggur peraman bermusim lalu. Siapkan pula telinga bagi manis musik merayu jiwa. Duduklah, Gadis, di tampuk kencana. Duduklah, seperti mereka yang penuh rencana akan hidup berbahagia. Jangan tunduk dalam muram, bertelekung nasib malang. Angkatlah dagumu penuh gaya menggoda. Ini dunia, pandanglah, sampai berlinangan airmata sukacita. Biarlah, Gadis, terhapus seluruh kenangan remaja. Bukankah, hampir selalu, angin hanya bawa panas padang sabana, juga jerebu dan debu dari kaki-kaki kuda? Lupakan, Gadis, seluruh duka. Biarkan saja dunia memeluknya sekuat ia punya daya. Marilah menari. Bahkan sebelum maut bernyanyi. 2018

Dua Bulan di Puncak Gunung -- Lamentasi

Lamentasi Menangislah! Menangislah! Menangislah! Menangislah tembok-tembok Emesa, Menangislah batu-batu benteng Bhangarh, Menangislah tiang-tiang menara Babel, Menangislah gerbang San Gervasio, Menangislah pelataran Jerash, Menangislah selokan-selokan Song, Menangislah bayang teduh batang tarbantin, sebab hari-hariku tak bersamamu lagi. Aku akan menangis denganmu... Tidak, aku tak akan menangis denganmu! Aku akan menangisi keadaanku sendiri. Aku menangisi Kerinci Aku menangisi Arjosari Aku menangisi Pajamben Aku menangisi Sada Kaler dan Ciawitali Aku menangisi Rawa Singkil Aku menangisi Talise Aku menangisi Brantas dan Ciliwung Aku menangisi laut utara di Teluk Jakarta Aku menangisi hutan-hutan di Kalimantan dan Papua Aku menangisi diri yang makin tak berdaya. Namun tak kutangisi sesuatu yang kelak tiada. Menangislah! Menangislah! Menangislah! Menangislah untuk sesuatu yang engkau ingini. Menangislah untuk dirimu sendiri. Dan aku akan menangis bersamam

Cinta untuk Adaninggar

Jika hidupku murni kutukan, Jayengrana, ke mana lagi kau kuseret dan kupenjarakan selain ke dalam gua. Gugusan paling gelap dalam hidupku ini. Lalu dengan cambuk, dengan amarah paling kecamuk, kuberikan kesedihan sekaligus kepedihan ke tubuhmu, Jayengrana. Biar kau tahu, betapa hidup tak hanya bercinta, tapi juga memekik dan menggerutu. Jika benar, hidupku adalah kutukan, Jayengrana. Katakan, ke mana seharusnya cintaku berlabuh? Selain pada suara mengaduh itu? 2018

Pergi Sendiri

Ke sebalik puisi Ke rimbun semak kata Ia pergi sendiri Tak dibawanya anjing yang selalu setia menunggu di pintu gua Tak dibawanya kapak satu-satunya senjata yang ia punya Ia benar-benar sendiri dalam arti tak bersama siapa-siapa tak membawa apa-apa Ke puncak Tursina? Tidak. Ke perut naga penjaga tirta? Tidak juga. Ke sebalik puisi Ke lebat rimba kata Ia berlatih memanah cahaya 2018

Entah Benda Apa Itu

Aku telah menyebutnya: Kesedihan. Segumpal beban di dalam dada, berulangkali kurenggut, ia makin menyusup. Meski sudah di tangan, tak bisa kulemparkan. Sekalinya terlempar, ia mendarat lagi di tengkuk dan di punggung, lalu masuk sekali lagi ke dalam dada. Aku ingin menyebutnya: Cinta. Selekat apapun ia, bisa lepas begitu saja dari saku celana. Meski kukepal tangan, kusuruk-surukkan, ia malah terlempar ke luar, lalu jatuh begitu saja di jalanan. Namun, saat kulupakan, ia datang kembali. Begitu berulangkali. Kau mudah menyebutnya sebagai: Kutukan. Benda tanpa wujud dan padaku ia dijatuhkan, dilekatkan. Yang membuatku seakan diletakkan sebagai obyek penderita dalam kalimat majemuk bertingkat yang menjemukan untuk dibicarakan. Dan karenanya, kau berusaha menghindari diri dari percakapan semacam ini. Seolah ingin aku temukan dirimu hanya pada satu kesempatan dalam waktu yang begitu sempit ini. Hidupku. 2018

Sejenak Berpaling

Sejenak berpaling dari dunia yang kian bising; Dunia yang dibangun dari trotoar oleh para pedagang. Dari kantor oleh para pialang. Dari gedung pemerintahan oleh para petualang. Dunia di mana pertapa menyepi untuk bisa tampil di televisi. Para seniman sibuk sendiri, tapi tak ada karya yang abadi. Sejenak. kuajak dirimu tinggal dalam diamku, di mana yang bersuara hanyalah rindu. 2018

Lalu Kita Jadi Asing

Lalu kita jadi asing, meraba: mana pintu, mana dinding. Mencari jalan untuk bertemu. Mata saling pandang. Di tangan, saling genggam rindu. Aku tak pernah mencoba hilang, untuk kau temukan. Kau tak lari atau sembunyi supaya aku mencari. Kita hanya bimbang pada apa seharusnya berpegang. Sajak jadi lain. Berputar, berpilin lalu lepas dari angan. Liar menyeberang. 2018

Dalam Waktu

Dalam Waktu Dalam waktu, kita bertengkar dan berkelakar. Waktu, aula besar sebuah pasar. Ada yang menjajakan harapan, ada yang menggelar kesedihan. Ada pula yang mempertunjukkan kebodohan. Sepasang kekasih janji bertemu dalam waktu. Mereka melepas kerinduan ke luar dari ruang waktu. Waktu, selasar panjang menujumu. Masih maukah kau bersabar menungguku? 2018

Hidup Bagimu

Tak mengalir pada glasir keramik dingin. Tak menguap dari puncak panas genting. Ia jatuh hanya jika kau ingin menyeduh seteko teh melati di suatu pagi. Ia semacam isyarat biduk bakal mendarat di Ararat. Arah jalan menyimpang orang saleh dari Niniwe. Lembut bagai tembuni budak laki-laki dari Habsyi. Ia yang kepadamu di suatu petang, kumandangkan, "Mari meraih kemenangan!" Tak nampakkah bagimu yang serupa surga di bawah bayang pedang itu? 2018

Jangan Teruskan Membaca...

Jangan Teruskan Membaca Jika Tak Tega, Sebab Raja ini Hendak Membelah Seorang Bayi Kebenaran semacam apa yang ingin kauketahui di dunia ini? Di sebelah sana, ada ibu yang menangis. Sedang di sisi lain, seorang ibu sinis, "Ah, dia hanya pura-pura. Itu anak saya!" Apakah kebenaran harus selalu ditegakkan dengan cara mencabut pedang dan mengancam-ancam? "Baiklah," titah Raja, "biar kubelah dua saja bayi ini!" Sampai seorang ibu makin keras menangis dan mengiba, "Biarlah, Paduka, anak itu serahkan saja sama dia!" Sedang ibu yang satunya berseru bahagia, "Paduka sungguh adil jika begitu. Setiap dari kami akan beroleh sebagian yang sama." 2018

Raja yang Hendak Mangkat...

Raja yang Hendak Mangkat itu Ingin Sekali Memberi Berkat pada Anak Sulungnya, Namun Justru Anak dari Selir Tercinta Mengelabuinya dengan Membalutkan Kulit Domba pada Kedua Lengannya Nasib bisa diubah, bukan? Seperti Yunus bertolak berlayar, tapi tidak ke Niniwe. Seperti Yesus membiarkan Yudas pergi sebelum selesai perjamuan malam itu. Seperti seolah sajak ini dikaitkan pada kisah para suci, tapi sebenarnya ingin sekali kau mendengar satu versi kebenaranmu sendiri: bahwa dalam sajak, penulis berhak membiarkan pembaca tak menemu apa-apa selain kisah yang ingin mereka karang kembali setelah membacanya, dan pembaca juga punya hak membiarkan penulisnya tak terlacak jejaknya, terhilang, dan mati, bahkan menyesali -- mengapa perlu sajak ini dituliskannya. Seperti Harun membiarkan patung emas anak sapi. Seperti Samson menaruh percaya begitu saja pada Delilah tercinta. Seperti Absalom mengundang para nabi pada acara penobatannya sendiri, meski ia tahu benar --

Raja yang Baru Dilantik itu ... (2)

Raja yang Baru Dilantik itu Mematikan Lampu Minyak Saat Anaknya Masuk Untuk Bicara Urusan Keluarga, Alasannya, "Minyak Lampu ini Dibeli Dengan Uang Negara." Agar sampai maksudmu, kau cukup memperdengarkan suara. Tak payah menyimak kerut di jidatku, alis yang perlahan naik, atau bentuk bibir semakin maju. Mata kita tak pernah terlatih meneliti dari mana lahirnya kata. Karena itu, iman datang justru dari pendengaran belaka. Seperti pada suatu malam, Musa merasa begitu heran pada sebentuk semak yang menyala. Namun ia berserah sebegitu menghamba, saat mendengar firman : Akulah Dia. 2018

Raja yang Baru Dilantik itu...

Raja yang Baru Dilantik itu Malam-malam Memanggul Sekantung Gandum agar Ibu dan Anak-anaknya Tak Lagi Memasak Batu Tentu, ia menghindari tatapanmu, agar kau mengira -- ada lelaki kasar, berbadan besar, terlambat pulang dari pasar, lalu masuk kampung kumuh pada malam penuh keluh, dengan karung di punggung, mungkin berisi jagung, atau hasil seharian memulung. Namun kau justru merasa ganjil, merasa terpanggil jadi saksi sebuah aksi lalu segera kau undang teman-teman, saudara semua, agar tak melewatkan satu malam istimewa di mana harapan sebaik-baiknya bisa saja hanya memastikan masih ada yang bisa dimakan saat sarapan. 2018

Kau Ingin Meminjam Mata ...

Kau Ingin Meminjam Mata dari Matahari tapi Hari Masih Dini dan Malam Belum Ingin Melepaskanmu dari Mimpi Padahal kau ingin menerangi jalan gelap itu. Jalan yang diam- diam menyesatkanmu dan menunjukkan seseorang mirip denganmu sedang duduk uncang kaki dan menyanyi, "Di timur, Matahari..." 2018

Dan

Ganjil memang sebuah kehilangan seperti seseorang menyeberang lalu tak kembali ke sisi yang tadi. Ganjil memang jika kata "dan" berdiri sendiri tanpa ada kata-kata lain yang disatukan, dianggap setara -- meski ganjil sebenarnya; seperti adam dengan makrifat, cak & nung, bedoyo juga robot, tapi "dan" melakukannya -- supaya kita tahu: yang hilang tak harus kembali. Yang berdoa tak perlu tertawa atau menangis. Sebab doa mungkin hanya wangi seikat kembang di sayap-sayap sekuntum malaikat. 2018

Zaman Now: Hoax

Zaman Now: Hoax Kekinian kita disandang berkat informasi yang mungkin benar, mungkin pula tak benar. Kekinian kita memang ditopang beragam hoax . Kekinian kita serapuh embun. Jarang sekali ada yang meragukan: like dan share. Padahal kita juga tidak benar-benar yakin, mengapa kita suka dan membagikannya. Bisa jadi kita memang suka membesar-besarkan masalah pada semua yang belum tentu berfaedah. Janji politisi sebelum jadi kepala daerah, foto liburan pesohor yang pelakor , memang jadi trending topic di beragam situs berita – bagaimana pun kita hendak mengacuhkannya. 2018

Alay

Alay H4x p4d4 13 k0ns0n4n & 4n6k42x, qt4 h1dupk4n l461 j454d p3x41r e4n6 j4d1k4n pu151 l0r0n6 e4n6 m3n6urun6 l1nc4h t1n6k4h b0c4h 1n1. H4x d3n64n 13 k0ns0n4n & 4n6k42x, qt4 m41nk4n l461 5u4r42x e4n6 5uk4 m3n63c0h 4r4h l4n6k4h b3l14 1n1. H4x d4l4m 13 k0ns0n4n & 4n6k42x, qt4 r4m412x t4nd41 4r3n4 p3rm41n4n, 464r e4n6 b4ru b154 l4r1 q3lu4r d4r1 t4x 53mbux1. 2018

Kuy

Kuy Kau mengajakku tapi memutar dirimu dari kanan ke kiri. Hijrah, katamu, bisa dimulai dengan menyangkal kebiasaan. Seperti melupakan nasi dari menu, atau berpikir bahwa setiap mantan punya 1 hari untuk mengajakmu balikan. Dan kau hanya perlu percaya, tak menduga-duga kapan waktu terindah di seluruh semesta. "Kalau sampai waktuku," katamu. Namun aku sudah tahu bagaimana menjawabnya. 2018

Hoaks dalam Sastra

Bisa jadi, ketika Sergey Brin dan Larry Page bersama menciptakan mesin pencari Google dari kamar asramanya di California belum terpikirkan, betapa berjuta-juta informasi yang bisa didapatkan dengan mudah baik oleh siapa saja di dunia ini melalui gawai sekarang ini, banyak juga yang bersifat nir-fakta. Hoaks 1) , salah satunya. Dalam kamus etimologi, hoaks dinyatakan erat kaitannya dengan hocus-pocus , atau hocus pocas , nama yang biasa disematkan pada penghibur dalam seni pertunjukan, sehingga dalam hoaks ada dua unsur yang bisa disampaikan, yaitu sesuatu yang bersifat candaan atau olok-olok, dan lainnya adalah hal-hal yang tidak mengandung nilai kebenaran. Pada perkembangannya, hoaks dimaksudkan agar ada orang yang percaya apa yang ia terima itu adalah hal yang asli atau nyata, meskipun sebenarnya palsu. Dan supaya orang mudah untuk percaya, maka hoaks biasanya akan diembuskan pada masyarakat secara terus menerus. Seperti pernah dikatakan oleh Adolf Hitler 2) : “Kebohongan

Togog Kosong Nyaring Duitnya

Sebuah Sindiran untuk genre Puisi Esai Indonesia   Pada tahun 1729 sampai dengan tahun 1731, Alexander Pope menuliskan esai filosofis dengan bentuk puisi, menggunakan kuplet dengan iambik pentameter. Esai berbentuk puisi itu berjudul An Essay of A Man. Terdiri dari empat epistel (bagian) di mana yang pertama mengulas hubungan antara manusia dengan semesta, yang ke dua mengulas manusia berbicara mengenai dirinya sendiri sebagai mahluk individual, yang ke tiga mengulas hubungan antara manusia dengan lingkungannya (manusia sebagai mahluk sosial) dan yang terakhir adalah pertanyaan-pertanyaan potensial bagi manusia mengenai kebahagiaan. Tulisan itu dipublikasikan tahun 1733 – 1734, dan mendapatkan penghargaan luar biasa dari beberapa tokoh seperti Voltaire, Rouseau, bahkan Emanuel Kant. Inilah pertama kalinya sebuah esai ditulis dalam wujud puisi.   Menurut pengertian Thomas Gray, tulisan semacam itu dikelompokkan ke dalam satu jenis yang diberi nama puisi esai. Penjelasannya ad

Somehow, dari Darbo

101 Lampu Lemak untuk Almarhum Paman   ~ Perlu seratus cahaya untuk kesadaran agung, Chakrasamvara Paman sudah mati, dan aku tak ingin mengenangnya. Tak ingin terjebak dalam gelap kenangan itu. Penjara pengap penuh coret dan hitungan akan waktu. Karenanya aku nyalakan 101 lampu lemak yak. Tidak. Aku tidak pernah takut Paman datang dengan muka cemberut dalam mimpiku. Aku hanya tak ingin kegelisahan jadi tuhan ( dalam Genesis, Ia berjalan di taman sambil berteriak pada Adam dan Hawa dalam semak ). Tak perlu ada ziarah. Paman sudah mati, dan aku tak sedang ingin menyapanya. Aku nyalakan 101 lampu lemak yak bagi perjalananku ke Shangri-La (di sana, tak ada paman atau kenangan akan dia). Meski aku tahu, cahaya dari 101 lampu lemak itu tak bakal sampai di kaki Kun Lun. Kau Mati, Hidup Kembali, dalam Doa Kami. Tenang. Aku akan berdoa, meski tak tahu: arwahmu sedang berjalan di Hunza atau sampai di Sinchuan. Dan setelah dikremasi, abumu hendak kub