Posts

Showing posts from November, 2008

Bukan - tetapi masih - Mozaik Kata

Puisi ini dibuat dari mozaik kata yang dilemparkan oleh benz dan steven . Setelah beberapa yang sudah, tentu saja. Bukan Semacam Mozaik Kata Yang Digunting dari Poster Pendaftaran Siswa Baru Duduklah, tapi terlebih dahulu, lepaskan topimu. Di sini, hanya tersedia gunting untuk memangkas rindu yang tak ingin lekas. Tak ada sepeda untuk kaukayuh menjangkau kenangan di tempat terjauh, tak juga ada sampan tertambat, yang dengannya akan kau susuri sungai, danau, dan selat, mencari harapan yang luput, hanyut, bahkan nyaris tenggelam. Di sini, selalu saja, cinta dinyalakan sempurna. Setelah berkali-kali kotamu jadi abu karena perang, ini hari, begitu banyak ibu berdaster kembangkembang, ingin menemanimu, menepuki pundakmu yang melengkung seperti rak penuh buku usang. Berbaringlah, jika kau begitu lelah, terlalu tabah, atau bahkan sudah merasa; “Inilah saatnya untuk tak lagi pernah merasa resah!” Duniamu, bukan semacam mozaik kata yang digunting dari poster pendaftaran siswa baru, tak pernah

Reboan # 8 - November 2008

Image

Suara Siapa Mencuri Sepiku?

Steven memberikan ide untuk arisan 10 kata-kata. Sudah lama memang saya merasa "stagnan" dalam berkreasi. Saya pun menyambutnya dengan terlebih dahulu menyumbang 5 kata ; lidah, tua, marah, luka, pisau. Yang kemudian disambut balik oleh Steven dengan melempar 5 kata ; tali, suara, bunga, ransel, dan kartu. Inilah hasil dari 10 kata itu, mudah-mudahan berkenan. Suara Siapa Mencuri Sepiku? Ada suara mencuri sepi siang ini, seperti amarah seorang lelaki tua yang kalah bermain kartu di pangkalan ojek sepeda motor ke arah rumahmu Suara itu lalu menjelma jadi pintu, di mana mungkin akan kutemukan hal-hal yang tak pernah kuduga, seperti seransel apel, aneka parcel, atau bahkan sekeranjang anak anjing pudel Suara-suara itu kuat mengikat telingaku dengan semacam tali rahasia yang tak pernah bisa kuraba lembut kasarnya, tak dapat kujangkau di mana ujungnya Hingga hanya lidahku yang turut bergerak seperti hendak berseru kepadamu Tapi ternyata lidahku ini kuncup bunga dedalu, bukan bi

Sesaat Sebelum Kau Berlalu

Jangan lama-lama kaupikir apa yang ingin kau ucapkan, cukup; ‘Selamat tinggal’, dan itu sudah seperti sebuah mangkuk pecah di relung telingaku Aku pun akan segera memutus kabel telepon, sekedar membunuh penasaran untuk bertanya di lain hari kepadamu; Bagaimana kabarmu hari ini? Penyesalan tak ubahnya air tumpah di atas lantai, perlu kain pel, sedikit waktu dan kerja ekstra untuk membersihkannya Bisa saja sia-sia, tapi mungkin juga berguna Tapi mohon, jangan lukarkan gelang pemberianku di tanganmu, bekas gelung tanganku di pundakmu, dan hal-hal yang telah membuat kita tertawa hingga bergulingan, sebab setiap kenangan itu lebih jelas dari segala tulisan di atas kertas, lebih tebal dari karpet Iran yang pernah kita pesan Ambillah jaketmu pelan-pelan, sebab di dalam kamar, aku sedang ingin bermesraan dengan selembar tilam. Menghidu jejak keringatmu agar kutemukan kau yang lain di dalam mimpiku. Walau aku tahu, hal itu akan begitu susah layaknya memasukkan paku ke dalam botol di lomba tujuh

Jika Kau Ingin Tahu Siapa Aku

Kita, sebagaimana pagi dan kabut, tak pernah benar-benar terhalang atau dihalangi apapun. Hanya ada dingin, yang kadang menusuk tulang Tak pernah ada sebuah tembok dengan jendela kecil di antara kita,seperti dalam sebuah lagu lama Bagiku, aku bukanlah satu misteri yang harus kau cari jawabannya. Seperti seutas tambang pastilah ia berujung, begitu pula dengan alir darah dari dan ke jantung. Maka usahlah resah karena aku, karena aku juga tak akan pernah diujikan dalam sebuah mahkamah bahkan dalam formulir kuisioner penjual makanan Tapi jika kau terlalu menggebu mencari tahu, seperti rombongan tentara yang datang menyerbu, aku dapat pastikan kau tak akan pernah bisa tahu siapa aku. Kau harus mencarinya bagai mencecap manis pada gigitan terakhir dari sepotong semangka, menangkap tepuk tangan terakhir pada sebuah pertunjukan sirkus, atau pada jejak kepiting sebelum dihapuskan ombak 2008

Jalan Malam Ke Kota

Kita telah jadi bayang-bayang saat lampu bersengitan dengan jalan, dan malam melayang dari halte sampai jembatan Tersuruk langkah kita seperti dedaunan jeruk pada angin yang hibuk dengan debu dan pikuk roda yang meta. Separuh berpeluh, kita dicambuk waktu Kau hampir saja melekat di dada taman, bukan? Saat kukatakan betapa lengang sepanjang jalan dan hanya kita, lampu jalan, dan pedestrian ambil bagian. Dan kurasa jejak kenangan hampir tersungkur, membulatbusur di wajah bulan 2008

Kembali ke Jakarta

: teman-teman esok Setelah Bungkul, Pucang, dan Waru kukemas tas punggung, riang dan bisu, sekumal tiga potong kaos oblong dan celana jeans yang mulai sobek lututnya Ini bukan sepi yang telah dihingarkan oleh film dari kanal HBO dan Cinemax pada sebuah kamar hotel di pinggir kali juga bukan lagu-lagu 'jadul' dan bergelas kopi, Ini lebih seperti petualangan yang tumbuh dan tak ingin diakhiri, seperti pada jam satu dini hari kita harus belajar bijak layaknya seorang juri Dan hanya pada kuning pintu berjendela kaca aku merasa duniaku mulai dibentuk oleh sisa mabuk perjalanan udara 2008

Jakarta - Singapura

: Steven Kurniawan Aih, di pelabuhanmu, aku lah Brian Clarke. Di mana hari-hari sepanjang trotoar Orchad sudah dilumat selembut embun Maafkan bila aku tak bisa membayangkan seorang Adam bertemu Hawa di sini, Tuan, sebab rindu telah terlalu ngungun pada kapal-kapal ini Sayang memang, kau begitu lekas, mengemas koper dan ransel, lalu menelpon seseorang di Jakarta karena pada basah jalan, ia ingin mengenang malam yang larut di cangkir kopimu 2008

Pada Sebuah Bangku Taman

Dia duduk seperti Ronald McDonald, terkesan santai tapi juga kaku Dari sikapnya itu, pohon mahoni di belakangnya tahu pasti; ada yang sedang dinantinya ini hari Dia memandang sekeliling taman, seperti sedang hendak mengakrabkan diri pada derau angin dan desau dedaunan, juga krik krik suara jangkrik. Cahaya matahari menepuk-nepuk pundak jaketnya, seakan paham; dia yang duduk seperti Ronald McDonald itu tak ingin kegelisahannya nampak bila yang ditunggunya tiba Lalu dengan spidol hitam, jarinya menulis dua buah nama di bangku taman itu; nama seseorang dan seseorang lagi yang rasanya aku telah lama mengenalnya dan sebuah gambar hati yang tergambar begitu tergesa 2008