Posts

Showing posts from November, 2014

Penjaga Malam

Penjaga Malam Dengan cemas aku berdiri malam ini, menanti kemungkinan yang terlepas dari gejolak di dalam hati. Ini seligi telah ditajamkan sesiangan tadi. Siap memburu hewan-hewan yang mencengkeram keriangan di dalam hati. Jangan silap, aku berdiri tidak untuk menombak atau merombak hukum yang pasti. Sebab yang kutahu darimu: kematian akan menjangkau segala yang hidup. Meski di malam ini, tiga mahluk buruk terus menghantuiku dan membaui sisa-sisa hidup yang ada di sini. Mereka yang bertopeng baja, mengincar gelisah di dada. Mereka yang bersenjata, tahu benar ketakutan itu nyata. Mereka yang berdiri saja membuat aku merasa tidak baik untuk tidur sebentar saja. Tidak! Tidak baik tidur sebentar saja. 2014

Pada Jendelamu

Pada Jendelamu "Aduh, kekasihku padaku semua tiada berguna..."          Amir Hamzah   Pada jendelamu, kumainkan bayang yang seruncing dan setajam maut. Rasa takut yang lama kupagut. Pada cahaya yang terbakar di sana, kugantungkan semacam harapan yang berulangkali lepas dari tangan. Dalam gelap kamarku sendiri, selembar kain peluh dan selimut berkali-kali basah dan kusut oleh tingkah hidup. Kegelisahan yang tak ingin redup. 2014

Biarkan Aku Mencintaimu Dengan Cara Begini

Biarkan Aku Mencintaimu Dengan Cara Begini Seperti buluh pertama yang terkulai dalam badai. Dia yang tak pernah berkata, "Nanti dulu, aku hendak tegak." Seperti helai daun pertama yang dibelai embun. Dia pasrah dan maklum, "Biarlah, inginku surut oleh dingin." Seperti kuntum pertama yang dimekarkan udara. Dia disergap prasangka, "Ternyata hidup kaya warna!" Seperti pokok yang dilamun kabut dini hari. Dia tak resah pada cuaca, "Tetap kujaga nama-nama yang telah ditorehkan olehmu. Meski setiap kali, ada yang jatuh, menurut, dan tertipu pada suatu peristiwa." 2014

Tidurlah Kekasih

Tidurlah Kekasih : Iztacchiuatl "Bahkan aku telah gagal sebelum aku memulai sesuatu."        Abraham Ibn Ezra 1. Hidup - bagiku - gugur buah-buahan, jika kau - pemimpi - hanya berjaga lalu terbuai suasana. 2. Peperangan belum usai, butir salju dari para dewa baru saja ditebarkan di atas tubuhmu. Kibaskanlah! Kembangkan kipas bulu merak itu! Para pemuda - orang-orang suruhan juga budak - menghunus pedang di gunung. Raja-raja menggelar peta dan berhenti minum anggur. Murung. Pasangkan juga sehelai merak di atas kepalamu, Kekasihku. Sebagai tanda: kelak ada yang berbahagia, mengelak dari segala bahaya. 3. Aku, Kekasihku, pemberi tanda panah ke atas di selembar kertas. Di mana waktu beringsut, begitu rupa seolah di hidup ini tak ada yang benar keras. 4. Jika perdamaian dilembarkan di lembah, para pemuda dan raja-raja saling sembah, bunga-bunga peoni mekar, dan kau, Kekasihku, turun dari puncak gunung seringan dengung lebah. Akan

Tak Akan Dilenakan

Tak Akan Dilenakan Telah Kudengar nyanyian persembahanmu. Telah Kusabarkan singa yang meraung di ruang-hatiKu. Dan mahkota bebungaan itu juga telah Kusediakan untukmu. Nanti, akan kaukenakan - jika habis impian. Sisa doamu, yang Kudengar di tiang altar, jadi kuntum di depan kakiKu. Yang bergetar seperti dawai gitar saat Aku berjalan. Saat Aku mendengarkan penuh perhatian. Kini biar Kuberkati tidurmu. Juga dinding kamarmu yang sedikit terang itu. Kuberkati, karena ruang-hatiKu jadi gelap juga. Lantai dan dindingnya gemetar seakan hendak runtuh. Kuberkati dengan satu-satunya harapan: dalam setiap kegelisahan yang berulang kaunyanyikan, tak akan dilenakan sebuah kekaguman. 2014

Makanlah Bulir-Bulir AnggurKu

Makanlah Bulir-Bulir AnggurKu Kau yang berserah, tenanglah. Biarkan burung-burung mengerti betapa hidup bukanlah benang panjang di antara paruh mereka itu. Berbaring, dan nikmatilah kesendirian. Jika ingin, makanlah bulir-bulir anggurKu. Yang Kusediakan di dalam cawan, dibagikan pada semua binatang, dan Kusimpan pada relung paling rahasia dalam dirimu. Makanlah sepenuh nafsu. Agar dalam hatimu timbul kegelisahan baru. Yang membuat kau ingin punya sayap dan terbang atau bergulir jatuh seperti bintang di langit terang. Dan orang-orang yang memandang mengambil waktu berdoa dan percaya akan DiriKu. Atau, bisa saja kau berharap jadi titik-titik hujan yang mengandung harapan bagi petani dan pekerja ladangKu. 2014

Hatiku Ruang Kudus

Hatiku Ruang Kudus Hatiku ruang kudus bagi beragam ritus. Mereka yang saling genggam tangan, menancapkan sebilah doa pelan, dan membunuh rupa-rupa kesunyian. Di dalam hatiku, roh merpati terbang tiga kali. Waktu berhenti berdentang, seperti siput hilang rumah dan dibakar ayat-ayat asing, lalu hilang jadi debar. Sekali waktu, ingin kututup hatiku serapat mungkin. Untuk berdua denganmu sesaat saja. Agar cuping hidung kita saling sentuh, lalu doa dan segala upacara jadi keluh; Jadi suara yang tak bisa kupahami ketika aku masih ada di bumi. 2014

Ironi Bagi Para Perenang

Ironi Bagi Para Perenang “Dewa-dewa, para prajurit hilang di asingnya medan perang, tak pernah kita tahu siapa mereka sebenarnya,”                 William Meredith Karena laut adalah penggembaraan, kegembiraan masa muda, berilah aku sampan. Bukan gajah betina. Lengan dan tungkaiku selalu menggapai harapan, membentuk gerak canggung ke depan, begitu aku perumpamakan. Bukan gerak balerina. Kupandangi sekali lagi: ombak dan langit. Hal-hal serupa pemberontakan sengit. Dan memastikan: suaraku bukan kata-kata penuh pesona. Sebuah ledakan dari masa lalu yang kembang. Kata-kataku belalai gajah yang siap dan sigap untuk menyerbu, menyembur. Kata-kataku tumpuan kaki sebelum menyentuh air. Hingga puisi ini semacam ruang hampa tanpa warna   di tengah kegelisahan para perenang, saat menyeberang selat. Kau tak harus memedulikan kecuali kau benar-benar merasa begitu haus dan kelaparan. 2014