Posts

Showing posts from September, 2008

Potret Diri

Image
saya sedang membuat puisi dengan judul "potret diri" --- to be continued --- Sambil menunggu, saya ingin mengucapkan "Selamat Hari Iedul Fitri, dan mohon di maafkan segala kesalahan secara lahir dan bathin." foto di ambil dalam terik cuaca di sebuah rumah makan tempat bis sinar jaya jurusan jakarta - tegal - pekalongan & purwokerto singgah, tanggal 26 september 2008... Sedang apa saya di sana? Yang jelas bukan mudik ...

Jalan Ke Emaus

Image
Perjalanan ini selalu saja menyisakan kata tanya. Seperti para nabi yang tak mau menjawab kapan kiamat tiba, atau bahkan nama tuhan yang sebenarnya. Dan sore ini aku biarkan matahari memerah, memberi bayang-bayang panjang gedung dan pepohonan. Toh, aku lebih ingin menulis sajak. Bisa saja, dalam sajak ini tidak ada bait yang saling berkait. Bisa juga kau anggap: aku terlalu banyak bermain rahasia. Sebab sajak adalah perjalanan, dan perjalananku akan kusebut sebagai sajak yang tak pernah lengkap. Sajak, yang sangat bisa saja, hanya aku yang mengerti. Dan pada sebuah perjalanan, tentunya aku pun ingin mengakhiri. Entah pada satu tujuan, atau hanya pulang ke dalam diri. Seperti suatu ketika di Emaus, siapa yang menduga ada yang tiba-tiba mengudar kitab suci. 2008

Menyelami Keterpaksaan

Image
Tak jarang orang-orang Indonesia mencari peruntungan dengan bekerja di negeri orang. Hidup jauh dari sanak saudara, keluarga, bahkan orang-orang yang paling disayang. Pekerjaan yang didapat pun kebanyakan adalah pekerjaan yang emoh ditangani sendiri oleh penduduk di negara tujuan. Dari sinilah keterpaksaan kedua rekan-rekan Buruh Migran Indonesia didapatkan, yaitu melakukan pekerjaan yang dienggani oleh orang lain. Keterpaksaan-keterpaksaan lain pun segera dihadapi. Terpaksa dimarahi jika dianggap tidak becus bekerja, terpaksa disiksa jika sang majikan ternyata mengidap penyakit marah akut yang tidak pernah disadarinya, bahkan ada yang terpaksa diperkosa jika sang Tuan kebelet namun tidak mau keluar uang sepeser pun. Lalu keterpaksaan lain biasanya segera menyusul. Terus begitu. Lantas bagaimana bisa orang lain yang tidak pernah merasakan keterpaksaan itu bisa berempati, bersimpati, bahkan berbagi perasaan dengan mereka? Mungkin inilah sebabnya lima orang yang menjadi bagian dari

Lapar

Sampailah kita ke titik lapar. Tanpa minyak, kau terhenyak. Dengan sedikit garam, kita hitung setiap denyut dalam diam. Baiknya kita piringkan diri, agar tersaji sebentuk nasi, sepotong roti, atau kisah sebongkah batu dalam panci. Hingga pada hari-hari seperti saat menunggu berbuka, kita bersama kuburkan malu, ragu dan seribu sabar yang tersapu. 2008
Potret Seorang Penjaga Loket Gedung Bioskop Yang dipikirkan: selembar tiket telah terlebih dulu jadi pintu ke ruang pertunjukan, mengantar tubuh-tubuh itu ke dunia yang sebelumnya tiada. Jadi dia selalu ingin memastikan: yang tadi datang, akan pulang ke dunia yang sekarang. Dunia yang mengurungnya dengan jendela berlubang dan sebuah meja panjang bersama penantian. Walau deretan poster di ruang tunggu selalu berusaha menipu.

Yang Dirundung Malam

Ini rumah peristirahatan dikepung hutan cemara dilindung cahaya bulan Hanya kesepian jadi unggun tempat aku dan sajak ini berdiang, mencari tahu siapa yang senang dirundung malam, di antara pekik burung dan derit pintu kamar nomor tujuh. Nun lamat orang berkelakar. Bum! Aku limbung di atas tikar. Di rumah peristirahatan ada yang sibuk menoreh kenangan 2008

Maria

- kepada ibunda Ini salam kami yang ke tiga setelah rintih rindu dan doa bisu bergemuruh di gua-gua tanpa nama Di rahmat rahimmu, kami terlalu mimpi dihimpunkan kembali dalam senyaman semayam yang pernah tak ada di antara gugusan nisan Setelah terasing dari sarang, kami tak ubahnya binatang dengan beribu kepedihan Hingga hanya dalam diam kami kembali jadi anak-anakmu sendiri 2008

Masih

Karena aku masih mengingat perih, rintih , dan setiap detik yang membentuk kenangan akan kau Kau pun masih dan akan selalu jadi rahasia di sayap burunghantu waktu senyap merayap di sudut kota Begitu juga ketika taman bunga dan bukit tua disulut segala suluh pada kecupan yang pertama Kau masih jadi pendar yang berdenyar sebelum setetes embun mula-mula sempat turun, tanda terdini pecahnya pagi 2008

Pesan Dari Yunus

Aku sudah mencatat alamatmu dengan darah ikan paus Berikut bau ganggang dan asin yang tak sempat dilanun kapal pada tiang-tiang badai Seperti telah kumuntahkan sebutir labu dan pasir pantai pada perjalanan yang tak sampai di Niniwe Di hari aku mendengar suara

Hari yang Ditentukan

Kukira itu kau Dengan peluru terakhir, berdiri di atas pasir Pantai Normandy yang kau rangkai sendiri Saputanganmu basah entah karena bah, airmatamu, atau laut telah mencuci darah Kauseberangkan juga perahu seperti menyampaikan pesan dari Ike menyerbu naik ke selatan Perancis O Tuan, jangan pernah katakan pada batas mana kita teguh dengan segala kenyataan Sebab ini hari yang ditentukan seekor kucing dengan nyawa yang ke sembilan

Tamsil Rumput Teki

Yang memekik di jalan-jalan sulit adalah kuntum rumput teki Bukan lantaran hujan sudah dihuni dan ribuan huma telah bernama Pekik rumput teki jangan dianggap leta karena begitu dekatnya ia dengan kaki Dengan kaki telanjang atau bersepatu, dunia senantiasa melangkah di atasnya Hanya angin menggoyang-goyangkan serbuksarinya, menaburkan ke lain lahan Yang dinanti hanyalah hujannya sendiri agar tunjanglah akar, tumbuhlah diri 2008

Menunggu

Meja dan kursi erat cengkeram pantat dan pundak. "Pasrahkanlah kepalamu, dunia masih jauh dari kiamat. Dan kami terlalu lama menunggu." Padahal aku sedang menulis sajak tentang kamar dengan bau parfum dan seekor kucing yang jinak, dan seseorang yang sedang merenung. Dari kamar ini, aku mengajak meja, kursi dan seseorang yang ada di kepalaku, istirahat di kamar itu. Menunggumu. 2008

Sebuah Petang di Pematang Puisi

Ini hari tak ada sawah, hanya selembar sajadah dan matahari yang tak lagi pongah Selembar awan seperti kecupan di antara rukuk dan sujud berbatang padi Ayah berjalan di depan menuju lambaian tangan sedang aku tersuruk-suruk dengan luka di lengan Seorang ibu di kejauhan seperti dedaunan pisang menyapa kami atau bulan yang mengintip ubun-ubun 2008

Reboan sudah mau 6 bulan

Image
Datang ya teman-teman ....

Telur Waktu

: Steven Kurniawan Kurasa ada sebuah masa yang menjelma jadi ayam betina di sangkar matamu, ia terperangkap dalam sukar lingkar remaja seperti kau yang menanti suar dan suara pada ledakan sebuah sajak yang tercipta di antara kurung gedung, juga asing negeri singa ini, antara ruang kampus, beratus seri bus, dan puluhan pesan di teleponmu. Seperti kau harapkan juga selalu ada cahaya matahari yang hangat dan diam-diam mengintip di antara ujung tidurmu yang kaujaga selalu tetap simpul dan sederhana, seperti telur itu. Karena bagimu ada hangat yang berlaku di rintih rindu, di sisa senyummu, di bibir ibu, dan kau jelmakan semuanya jadi telur waktu. Menetaslah, meneteslah seperti detak detik di dadamu 2008