Posts

Showing posts from March, 2016

Malam Saat Dia Diabaikan

Dia pikir - kaulah satu-satunya kesepian. Gelap malam dan kusam warna bintang. Perjalanan hingga langkah ke sekian, tanpa kejelasan dan harapan. Dan dia pikir - kau adalah kesengsaraan menyandang nama. Hingga kau lepas semuanya; topi, syal, mantel, rompi, blus bahkan celana dalam. Dia membayangkan: kau masuki ruang penuh rahmat itu dengan lugu. Sebagai korban baru dari hitamnya dunia, lalu menduga - beberapa langkah ke depan, kau segera disergap kebencian. Rasa ingin berlari dan tak dikenal lagi. Sebab berhenti bukan lagi opsi. Mustahil berbalik dari tujuan: hidup adalah perkara menembusi ketakhadiran cahaya. Karena hidup adalah cahaya. Dan ketika kau temukan dirimu benar-benar bagian paling terang dalam luasan lukisan, dia mulai berpikir - siapa sesungguhnya yang telah dia abaikan malam ini. Ah, mungkin dia sendiri. 2016

Kebangkitan

Dia lihat -- kembang mekar dan seekor burung terbang meski hari seolah ditakdirkan kelabu. Dia rasa -- angin membentuk sayap dan mahkota bagi gejolak hatinya, di hari kelabu  itu. Dia ingin -- bergerak menuju ke titik paling  hitam di hari kelabu itu. Dan memberi warna paling merah, dari rasa marah yang dia bawa pada hari  kelabu itu. 2016

Becermin

Kepadamu, dia berharap ditampakkan kepak sayap burung biru. Tumbuh di sisi bahu. Kau bisa menamainya -- kesehatan dan kemakmuran. Kegenapan dari setiap hari. Dia juga inginkan merah mekar tak pudar di dua pipinya. Gambar jiwa sadar -- betapa gentar maut dan sakit saat matanya bersinar. Betapa dia ingin kau membuatnya terus ada dan menunjukkan kasih setia. Dia lihat -- sebentuk pola teratur. Semacam kerut di kulit lentur. Tersusun naik. Terstruktur apik. Dia menduga -- itulah kutuk sejak dia terlahir. Sejak dunia dibayangkan dari rumpun bunga dahlia. Sehimpunan lembar-lembar doa menyatu dan menyala. Sebelum lama-lama kabur menjadi larik-larik yang saling menguatkan satu warna. 2016

Iluminasi

Cinta, katanya, berkelindan dalam cahaya. Darinya, kau ciptakan bunga. Putih semata. Tapi ada yang jatuh di bawah sana. Cinta, katamu, kegelapan sungguh sempurna. Kau hanya akan bisa menduga. Juga meraba. Dan serupa tangan, waktu meremas. Pelan. 2016

Tepi Danau

Dalam sajak ini, kau ciptakan terangmu sendiri. Terang yang perih lagi sunyi. Yang ditundukkan dari bawah leher terus ke pinggang ini. Dan anak-anak rambutmu adalah kecemasan yang berjatuhan. Dalam sajak ini, kau bentuk kepasrahan untuk menikmati sebuah ketakpedulian lain terhadap perangai cahaya. Punggung yang terang, dan pinggang yang remang adalah keteduhan berbalut berahi remaja saja -- sebab cinta cuma permainan mencari akar. Dalam sajak ini, kau bayangkan dia memandangimu. Hanya karena kau biru yang lelah memenangkan peperangan gelap dan terang. Dalam sajak ini, kau semakin dalam menunduk, sedang dia - di tepi danau - tak jenak duduk. 2016