Posts

Showing posts from March, 2009

Kau Selalu Punya Cara Untuk Mengatakan Kita Masih Berbahagia (2)

Cara #2. Kau Tidak Sedang Sekarat dan Dirawat di Sebuah Rumah Sakit Darurat Di Selatan Gaza Seperti keledai pada sebuah lubang, aku selalu terperangkap dalam satu kenang; Matamu bicara luka, selalu luka. Dan kapan berakhir dengan kematian - aku tak bisa menduga Betapa luas matamu, kataku Lebih tegas dari kematian? Tanyamu Hingga hanya kesedihan tak pernah lekas tak pernah bekas Setelah dengan api kau bicara cinta, dengan apa lagi aku akan bicara luka? Airmata - katamu - seperti hidup itu sendiri mereka lah mataair sesungguhnya yang akan terus menghidupkan aku, engkau, dan anak-anak kita; mereka yang selalu bicara tentang seekor keledai yang ditambat dekat tembok kota sehari sebelum kematianmu. 2009

Litani Pagi Hari

1/ Sejak dari Gilgal, bahkan jauh sebelumnya, lenganmu lurus panjang. Sehunus pedang. Menembusi bidang dinding tebal, hati yang banal, mata yang gagal menangkap; dari mana jatuh bulir-bulir manna, dari mana asal burung-burung puyuh di tenda, dari siapa suara yang begitu riuh hingga runtuh menara-menara yang angkuh, hingga terampas kota-kota terjauh, kota di mana nyaris tak bisa kujangkau engkau. Duhai, lengan yang anggun mengayun, Segerakanlah dia bangun! 2/ Dia serupa bingkai jendela, dan aku bagai penari belia. Dan seperti pada sebuah taman, aku dan dia akan mulai berbagi peran, dalam sebentuk permainan; membentuk bayang-bayang. Dalam sajak ini, tak hendak aku beranjak. Hanya duduk dan mereguk semriwing suwung di tubuhnya. Hal- hal yang – kutahu – begitu sederhana. Begitu tanpa makna. Sampai dia menciptakan teman yang lain, t

Jika Cinta Dikatakan Dengan Benar

Semacam Komentar atas “cinta yang marah” – serangkaian sajak M. Aan Mansyur Satu Bentuk Penghiburan Dalam kitab suci, kasih diibaratkan sebagai Tuhan itu sendiri; Sang Sumber Kebenaran sejati. Dengan demikian, jika memang cinta kasih yang diungkapkan, tentunya tidak akan pernah menimbulkan satu pun perselisihan, atau satu bentuk kemarahan. Melainkan hanya kedamaian, atau satu bentuk rasa yang sangat mencerahkan dan dirindukan. Adalah sebuah ironi bahwasanya M. Aan Mansyur mengumpulkan 21 Sajak Berjudul Panjang untuk kemudian disebut sebagai Cinta yang Marah. Tetapi lantas hal itu menjadi semakin rumit, ketika membaca sajak-sajak di dalamnya yang memunculkan bahasa yang lembut, bahasa sepasang kekasih yang ngelanut, dalam semacam perenungan antara Aku dan Kau yang demikian erat. Tentunya tidak main-main – bahkan hal ini sangat serius untuk disikapi – bahwa untuk menyatakan kesedihan dengan susunan kata-kata yang demikian indah dan menenangkan. Toh, jika kita – para pembaca, dalam skup k

Bejana

: Bisakah kita saling meminjam catatan? Di lehermu, kupautkan kuncup-kuncup air mata, sesuatu yang kini berdegup- degup dan membahana di dasar tubuhku, di sekitar kulitmu yang rapuh, yang nyaris tak tersentuh. Seperti luka-luka jaman, yang koyak hanyalah liku-liku perjalanan sebelum suara-suara itu terpendam dalam. Di bibirmu, kusaksikan hilangnya nyanyian, kata-kata yang angslup diam-diam, seseorang sangat ingin slulup, menyelam di rongga hatimu, di gua-gua yang bisu, pada catatan yang berdebu : waktu. 2009

Kembali Ke Desa

Kembali mengubur sisa-sisa usia pada berbatang-batang asam jawa dan pematang-pematang sawah, pada lincah bocah-bocah yang tak peduli dengan tubuh kurusnya atau sungai yang deras arusnya, pada layang-layang dan panjang benang yang pada tubuhnya ada jemari yang luka dan kaki-kaki yang pincang, pada panggilan- panggilan sayang dan permainan di halaman belakang, pada pelepah dan batang pisang, pada saat deklamasi atau (bisa kausebut) berpuisi di hadapan papan hitam dan kotak kapur tulis, pada rima dan irama yang diaturnya dalam dada sebelum diledakkannya suaranya yang pertama, pada mata, telinga, dan kaca-kaca jendela di mana pertama kali memandang dia; hal yang untuk pertama kali mengingatkan pada satu kata: "kota". 2009

Jendela Bus Kota

Sedikit terbuka dia pada bagian dada hingga tak sedikit mata menaruh harap darinya agar segera dibebaskannya kata-kata dari mereka yang meniup-niup kepala, meletup-letupkan isi dada dan mencari makna cuaca yang tak tercatat oleh jam tua. Banyak yang ingin bersandar di pangkuannya, kembali menjadi anak-anak, kembali memahami setiap kabar dengan bijak agar ketika ada yang melaju, menuju akhir perjalanan, seakan ada yang harus dikekalkannya; rambut ikal yang urung diudar, juga hal-hal yang batal diujar, seperti sebuah sapaan. Sederhana saja. 2008