Posts

Showing posts from December, 2007

Ibu di depan Pintu

Tubuhmu, Ibu. Terbungkus selimut salju. Di antara gundah angin musim dan rumah yang tak lagi ramah, kau meringkuk di situ. Mengetuk pintu tubuhku, berharap untuk masuk, lalu meneguk coklat hangatku. 2007 Selamat Natal & Selamat Tahun Baru 2008

Pesan Senja

Sebelum tersungkur dihajar waktu, senja tua berujar pada setangkai rindu; Suburlah, meninggi dan membesar. Agar nanti ketika aku kembali, bisa kugantungkan segala kesedihan pagi. 2007

Kuhabiskan Pulsa Telepon Genggam Demi Pulasnya Mimpi Kenangan

O, Kekasihku, pergilah ke Jakarta atau ke tempat paling jauh dari jangkauan mataku. Lalu berdiamlah di ujung kabel telepon. (“ Meneleponlah Kekasih! ”, M. Aan Mansyur) Kenangan, entah bagaimana caranya, terbangun dari tidurnya. Mengetuk kepala saya yang setengah mengantuk dan meracau di telinga seperti siaran radio yang dikacaukan hujan. Dari balik larik-larik puisi, mata saya melirik padanya. Aku ingin pergi, atau setidaknya, keluar dari sini! Saya tahu, bahkan sangat tahu, kenangan itu yatim piatu. Bahkan tak seperti sepatu, yang tiba-tiba tanpa diminta, lahir kembar. Melihat saya cuma manggut-manggut, wajahnya makin cemberut. Sepertinya, keinginannya sudah tak tertahan lagi. Tapi bagaimana caranya dia bisa pergi? Saya sodorkan telepon genggam, barangkali ada sanak saudaranya yang ingin dihubungi. Sambil tetap cemberut, telepon genggam itu dia rebut dari tanganku. Berapa sisa pulsamu? Aku ingin mendengar suara kekasihku yan

Aku Makin Mencintaimu

Aku makin mencintaimu dan akan terus semakin mencintaimu. Aku nelayan, selalu mengarungi lautan, menjala ikan, menombak todak. Pada pertemuan arus dingin dan panas, tangan-tanganku makin ganas, kulawan segala deras ombak, dengan ingin yang selalu hendak meledak. Atau, akan kutuliskan sebuah sajak seperti ini: Seusai jangkar dilempar dan tergulung kain layar, selesaikah perahu bersandar? Ada yang datang dari pengap kamar, seperti riuh camar. Hingar di antara debur ombak, gemetarkan insang ikan, sebagaimana gentarkan langkahku pulang. Mungkin kau anggap betapa klise ungkapan yang kugunakan dalam sajak itu. Tapi sajak itu, hanya sedikit lebih panjang dari pertanyaan yang sudah demikian lama kupendam; “Bagaimanakah kau mencintaiku?” Dan aku selalu berharap dari lembab bibirmu akan terucap jawab seperti ini; a. Aku mencintaimu seperti hujan, tercurah bagi harapan petani pada tunas-tunas hehijauan. Agar dapat kau segarkan segala kepahitan dan ke

Mengapa Kau Mengada di Mana-mana

Pada es krim Baskin-Robbins kutemukan likat manis ciuman. Sejak itu aku begitu yakin, kau tak pernah bisa kulupakan. Apakah sisa dingin di bibir ini membuat aku mengingatmu? Irama Dance Dance Revolution hentakkan segala kenangan tentangmu. Hei, ada gambar bergerak slow motion dalam kepalaku : bagaimana kauucap kata cinta dan rindu. Aku, entah kenapa, selalu menganggapmu gerakan bibirmu itu lucu. Bahkan kuanggap ucapan seperti itu sangat tak perlu. Kini, rasanya sudah cukup jauh aku kembara, jejalkan diri dalam mesin pembunuh waktu : Time Crisis & Daytona. Tapi di sana, kau menjelma sesosok monster bengis bermobil merah nyala. Begitulah, cintamu selalu saja menemukan bermacam cara untuk mengalahkanku. Di mana saja. 2007

Sajak Dino F. Umahuk

Bila Memang Ada Cinta : Dedy Aku memintal gelombang jadi ganggang biru muda. Perempuan bernama sepi memintal kata Dari jemarinya berhamburan lusinan puisi Selendang warna ungu itu harus kau curi Bila memang ada cinta ”Ini rahasia katanya ” Ketika angin datang dari buritan Tancapkan segera sebagai layar Biar aku menyusulmu ke atas kapal Kita melaju ”Bisiknya pada mimpi tekahir sebelum purnama mendekat” Banda Aceh, 6 Desember 2007

[IsengAsyik] Mencoba Menggambar Ruang Puisi

Stimulan, bagi penulis puisi pemula seperti saya, ibarat permen rasa sarsaparilla yang melonjak-lonjak di rongga mulut. Biasanya pada lonjakan pertama, penulis puisi pemula langsung merasa bisa untuk menjadikannya sebagai puisi. Demikian lonjakan-lonjakan berikutnya, dan hasilnya akan ada banyak puisi tercipta. Untuk penulis yang sudah mempunyai wawasan yang sangat luas, hal ini tidak mengapa karena dia sudah pasti punya banyak pengalaman dan kenangan pada sebuah kata yang memicu puisi itu tercipta. Namun untuk penulis yang baru mengenal puisi, hal ini mengkuatirkan karena puisi-puisi yang tercipta dari tangannya masih akan terasa sebagai permen rasa sarsaparilla tadi. Stimulan puisi pada dasarnya mempunyai dua sisi, di mana sisi pertama menunjuk kepada produktivitas kekaryaan, dan sisi kedua berkaitan dengan daya kreasi si penulisnya. Sekarang dengan kemudahan teknologi ada banyak puisi tercipta setiap harinya, tapi sedikit sekali yang benar-benar “puisi”. Puisi yang disebut

Kredo

Aku menjalani hari ini dengan ragu seumpama mawar semburat ungu dan di durinya ada sunyi tergenggam serupa rindu, dalam terpendam. Aku menungguimu tumbuh, puisiku seperti lelah pada sepasang sepatu seusai perjalanan panjang, di antara kemarau, hujan, dan musim tanpa bunga. 2007

Mayat Kata

Rapat malam hari bikin aku lelah, hingga merasa harus tetirah, Pergi ke tempat sepi, tak dijangkau kacau persiapan presentasi. Tapi aku nyasar ke kuburan, tempat sunyi dan menakutkan. Ada hantu kenangan tertawa di pucuk-pucuk kemboja. Hei, ‘ngapain menyepi di sini. Atau kau sudah ingin mati? Aku ingin menggali makam kata, mengambil mayat kata, membangkitkannya, dan memberinya bermacam makna. Sebelum subuh, benih-benih sajak di tanganku mulai tumbuh. 2007

Cuma Sebuah Ciuman

Katakanlah padaku, di mana kau ingin kucium, Duhai, pemilik pipi ranum. Dan ke sana aku menuju. Di kota Sundshult, Swedia, ada tukang sepatu diganggu hantu bocah yang dibunuh ibunya. Dan anehnya, kurasa rindu ini hantu yang baru akan tenang jika kusarangkan ciuman ini padamu. Seperti embun yang jatuh di tenang air, lalu ada gelombang longitudinal yang menjalar ke akar-akar teratai, begitulah seharusnya ciuman ini kaurasai, tapi katamu : “Terlalu nakal.” Ah, kenapa nama Yudas tiba-tiba terlintas. Di pipi Isa, pengkhianatan itu dikecupkannya serta-merta. Kau pasti telah tahu, bukan ciuman seperti itu yang ingin kuberikan untukmu. Sekecup tapi berarti, seperti pintamu, seperti ciuman di bawah daun missletoe, atau di dahi Sang Putri Salju. Sungguh, aku tak ingin jadi Midas, tak juga Si Pahit Lidah. Ciuman ini ingin segera kulepas, untuk tuntaskan segala gundah. Rinduku padamu. 2007

Tentang Hantu di Kuburan Telinga

Semenjak perang masih berkecamuk, telingaku sangat sibuk kuburkan tiga kata: senjata, luka, dan airmata. Dan maut, tentu saja, masih terlampau kabut. Sampai namamu kudengar tiba-tiba, seperti sebutir mortar pecah di udara, lalu menghujan di atas makam-makam senjata, luka, dan airmata di telinga. Seketika dunia gelap gulita, seperti waktu mula-mula cinta diucap, sunyi kian menancap, rintih rindu berulang-ulang terucap. Telingaku dihantui namamu , bangkit dari kubur-kubur itu. 2007