Aku Makin Mencintaimu

Aku makin mencintaimu dan akan terus semakin
mencintaimu. Aku nelayan, selalu mengarungi lautan,
menjala ikan, menombak todak. Pada pertemuan
arus dingin dan panas, tangan-tanganku makin ganas,
kulawan segala deras ombak, dengan ingin yang selalu
hendak meledak.

Atau, akan kutuliskan sebuah sajak seperti ini:

Seusai jangkar dilempar dan tergulung kain layar,
selesaikah perahu bersandar? Ada yang datang
dari pengap kamar, seperti riuh camar. Hingar
di antara debur ombak, gemetarkan insang ikan,
sebagaimana gentarkan langkahku pulang.

Mungkin kau anggap betapa klise ungkapan
yang kugunakan dalam sajak itu. Tapi sajak itu,
hanya sedikit lebih panjang dari pertanyaan
yang sudah demikian lama kupendam;

“Bagaimanakah kau mencintaiku?”

Dan aku selalu berharap dari lembab
bibirmu akan terucap jawab seperti ini;

a. Aku mencintaimu seperti hujan, tercurah bagi
harapan petani pada tunas-tunas hehijauan.
Agar dapat kau segarkan segala kepahitan dan
kenangan.

b. Aku mencintaimu seperti ombak, terus
menggerus bibir pantai, melandaikannya
agar bisa hanyutkanmu seutuhnya.

c. Aku mencintaimu seperti matahari tua.
Dan oleh sebab itu kau tak perlu bertanya.

Tetapi kurasa; menduga pikiranmu, menunggu
jawabmu, menanti hadirmu, adalah gundah
paling indah. Dan aku akan makin mencintaimu,
dan akan terus semakin mencintaimu.

2007

Comments

Anonymous said…
Aku mencintaimu seperti aku tak pernah mencintai sebelumnya. Meraupmu laksana haus tak terpuaskan.

Aku mencintaimu seperti aku terlatih mencinta. Mengisi kosongmu, menjadi seimbangmu, senantiasa.

Aku mencintaimu karena aku mencintaimu.

*keren deh om puisinya ini, aku suka*

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung