Posts

Showing posts from August, 2014

Kenyataan di Balik Pintu

Kenyataan di Balik Pintu Aku berharap kau masih di sini, menjagai sesuatu yang luruh dari tubuh buahku yang terkoyak ini. Aku berkeyakinan kau tetap di sini, saat waktu beringsut dari kuning ke biru, ke cahaya yang lamat ini. Aku pasrah jika kenyataan di balik pintu adalah riuh sunyi, tiga ekor burung berjambul yang lagi memecahkan sebuah teka-teki: kau atau aku yang sebenarnya dikurung oleh murung sajak ini. 2014

Aku Akan Mengkhianatimu

Aku akan mengkhianatimu, dengan tiga buah apel yang masih tergantung di pohon itu, karena sepasang kekasih yang akhirnya pergi, hanya sempat memetik satu. Aku akan mengkhianatimu, dengan seekor ayam betina yang terpana, karena ayam jantan itu berkokok menyadarkan murid Kristus yang bersumpah setia. Aku akan mengkhianatimu, semenjak sajak hanya berisi kata-kata cinta dan rindu, sementara kau adalah duka Sang Bapa dan aku bukan seseorang yang begitu mudah menggerutu. 2014

Mendefinisi Ulang Keseimbangan

Mendefinisi Ulang Keseimbangan Panggil aku pokok jeruk atau sebutan-sebutan lain yang buruk. Barangkali di suatu musim kau akan merasa memerlukanku. Merasa ingin memelukku. Karena buah-buahku bernas dan segar menggemaskan. Karena apa yang kupelihara di antara daun dan cabang itu sungguh membuatmu merasa dahaga. Ketika aku pergi, kau mungkin merasa aku bagian dari padang petualangan. Rusa jantan yang tanduknya begitu gagah dan suaranya lantang menantang sesiapa saja. Tapi aku kelinci, lincah bersembunyi. Jadi, harapanmu adalah kekecewaan sejati. Di sini, tak ada kata-kata yang disusun rapi. Di sini, aku tengah mendefinisi ulang keseimbangan. Meletakkan sebuah musim kecoklatan di rambutmu yang ikal. Mengekalkan dugaan yang berloncatan seperti apel di tangan Adam. 2014

Sumur

Sumur 1. Siang itu, perempuan tanpa nama datang untuk menimba, Dan lelaki yang dikenal sebagai guru mengajaknya bicara. 2. Dari langit yang kelam, jangan bayangkan ada yang meminta. Di bumi yang riang, dari sebuah rumah besar, bertempayan doa. 3. Ada tambang timba menjulur dari langit ke bumi ini, kata Sang Lelaki. Ada bimbang menyiksa, membujur dengan sengit di dalam hati, keluh Perempuan sambil berdiri. 4. Kau orang asing bagi siang hari kami. Kenapa kau begitu peduli? Begitu yang dipikirkan perempuan itu lalu menguji: nama para mantan suami. Kau kukenali seumur sumur ini. Dulu, seorang lelaki juga dibuang di dalam sumur karena dibenci. Tapi bukan itu yang ingin kukatakan tentang dirimu sendiri. Kau, kata Sang Lelaki, adalah timba yang penuh dengan air. Sudah sepatutnya kau berbagi. 5. Dari perempuan tanpa nama yang datang menimba, Sang Lelaki beroleh nama: Pemberi air hidup. Dari lelaki yang dikenal sebagai guru, perempuan itu mulai disebut sebagai pemb

Begitu

Begitu Selalu ada yang tak selesai dalam pengembaraan ini: sayap rapuh, rumah hampir rubuh, garis-garis di awan saling sentuh. Aku lebah madu, kau tahu, ladang dan daging buah pantangan bagi kuku kaki ini: berkarung-karung gandum, daun-daun nyaris alum, pegunungan di kenanganmu yang jauh. Bahu dan punggungku adalah lumbung kesedihan itu: pada suatu pagi, di depan jendela, kau menangis merasa hidup adalah perjalanan ke masa dahulu juga ke pangkuan masa depan. Bunga karang asam yang disuguhkan saat kau haus. Begitu tragis, katamu. Tapi aku berpegang pada janjimu itu: Setelah kuminum anggur asam, kepala kutundukkan, dan kuserahkan satu-satunya nyawa tanpa menangis, kecuali berkata: Sudah selesai! Begitu. 2014