Manis Getir

Dalam sajakku ini, ada sebuah rumah pohon.
Tepatnya, rumah di atas pohon berbuah kuning lembut.
Kau, menyebutnya kuning jeruk. Sampai-sampai kau
terus memanen dan menangguk. Sementara, aku
mengira kau mabuk, tapi hanya aku yang terhuyung,
limbung meniti tangga tali.

Dalam sajakku, awan diciptakan dari cerobong
pabrik berwarna putih biru. Mirip gunung es yang
terapung pada sungai kecil yang tercipta dari
gerak seorang penari. Entah kaki atau siripnya,
menyentak menciptakan ombak. Kau bisa
membayangkan sebentuk payung terbalik. Karena
memang tak ada hujan, dalam sajak ini.

Tanah, dalam sajakku ini, berwarna cokelat cerah.
Sekusut rambut, anak-anak yang bermain
gelembung di hari cerah. Gelembung dengan
bayangan sekeranjang buah kuning. Yang tercipta
dari ombak seperti payung. Dan samar-samar
kulihat ada beberapa pohon berbuah kuning
di antara tanah kecoklatan, seperti riang anak
berloncatan yang tercipta dari keinginanmu.

Keinginan yang begitu manis, sekaligus terasa
getir, ketika kau ucapkan dari bibir. Sebelum
sajak ini kutuliskan. Sebelum awan turun dalam
sebentuk hujan, yang belum ingin kau saksikan.

2013

Comments

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung