Dukamu


Dukamu kubawa pada kedua telapak tanganku. Pisau-pisau itu
tertancap dan tak bisa kucabut. Luka mengalirkan suara yang bisa

kaudengar dari puncak gunung-gunung beku. Dari hutan dan hulu
sungai. Dukamu kubawa dalam sampan. Dalam suatu suasana

kaku: aku adalah yang diperjalankan di atas retakan dan rekatan
danau kaca. Kau penumpang menjelang ajal. Mengerang, dan

menyebutkan nama-nama dan beragam kenangan. Hijauan
yang tumbuh dari ceruk kelam menganga. Dukamu menjelma malam

dan tubuhku yang terbuka dan terluka. Malam yang merintih
sebelum pecah semua jadi buih.

2015

Comments

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung