Mei Hwa

Aku melewatkan banyak musim di tubuhmu, Bunga.
Melewatkan semua yang kelam, yang ditenggelamkan
dan dilupakan orang. Kau seperti lantai jembatan tua
yang hanya berderak pelan, ketika aku berjalan.

Bahkan ketika mataku melihat perahu itu, Bunga.
Aku tak mengenalmu lagi. Selain besi-besi karatan
penghalang pandang. Kau jadi jeruji di mana luka
jadi bayang-bayang, dan orang lebih percaya pada harapan.

Padahal, Bunga, kau begitu setia pada setiap peristiwa
hingga aku selalu berlari dan ingin segera meninggalkan.
Bukan untuk melupakanmu, Bunga. Tapi lebih kepada
menjadikanmu sebagai bagian yang abadi dari bayangan.


2014

Comments

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung