Lidah dan Kebebasan

Aesop adalah sosok yang misterius, permulaan kisah tentang Aesop diceritakan oleh Herodotus beberapa ratus tahun setelah kematiannya, selain itu kisah tentangnya diceritakan juga oleh Aristoteles dan Plutarch. Namun ketiganya menceritakan bahwa Aesop adalah seorang budak yang pada akhirnya dibebaskan karena kepandaiannya.
Aesop hidup sebagai budak dan mengalami siksaan dari majikannya, sehingga ia digambarkan sebagai budak dengan buruk muka. Keburukan fisik dari Aesop menimbulkan kisah lain yaitu kisah cinta antara Aesop yang buruk muka dengan Rhodophe yang cantik jelita, keduanya adalah budak dari seorang yang kemudian karena kecantikannya, Rhodophe dipersunting oleh seorang raja dari Mesir (Firaun / Pharaoh).
Aesop disebutkan lahir di wilayah Asia sekitar tahun 620 SM dan kisah-kisah fabel karangannya dikumpulkan sekitar tahun 300 SM. Kisah yang paling terkenal adalah Serigala berbulu domba atau Rubah dengan anggur. Atau yang paling sering diajarkan adalah Lomba Lari Kelinci dan Kura-kura.
Namun ada satu kisah lagi yang jarang disinggung ketika membahas Aesop yaitu cerita perjamuan yang diadakan oleh tuan Aesop, si Yunani kaya raya itu di mana Aesop diminta menyajikan daging
terbaik
pada hari pertama dan daging terjelek pada hari kedua.
Pada hari pertama, Si Yunani kaya raya itu dibuat jengkel karena Aesop menyajikan aneka macam lidah dari lidah sapi, kambing, sampai lidah angsa kepada tamu-tamu yang datang di perjamuan itu. Di saat semua tamu mengeluhkan tentang hidangan yang hanya terdiri dari satu macam bahan yaitu lidah, Aesop dipanggil untuk mengatakan alasannya, dan kata Aesop daging
terbaik
yang bisa membuat orang merasa senang, orang menjadi sadar akan kebaikan, orang menjadi mengetahui dan bertambah keilmuan dan wawasan adalah daging lidah. Lidah orang yang berhati mulia, lidah orang yang berilmu tinggi, lidah orang yang suka akan kebenaran dengan segala macam perkataannya tentu membawa manfaat yang sangat baik untuk semua. Karena itu, tidak ada daging yang
terbaik
selain lidah. Si Yunani kaya pun terpuaskan dengan jawaban Aesop dan berjanji akan meringankan hukuman yang selalu ia berikan jika Aesop bersalah.
Hari kedua, Aesop juga menyedikan lidah kepada semua tamu yang datang pada perjamuan. Seperti kemarin, di saat para tamu mengeluhkan tentang masakan aneka lidah, Aesop dipanggil untuk mengatakan alasannya mengapa lidah menjadi daging terjelek, sementara kemarin dia bilang lidah adalah daging
terbaik
. Aesop berkata bahwa lidah orang yang tidak jujur, yang suka mencari keuntungan untuk dirinya sendiri, yang kerap mencari kesalahan dari orang lain, yang ingin mendapatkan keuntungan dari pertikaian, selalu menyebabkan aneka macam kerugian bagi orang lain. Pertikaian bahkan perang besar bisa terjadi karena orang yang tidak bijak menggunakan lidahnya dalam mempercakapkan sesuatu. Mengetahui bahwa para tamu undangannya puas mendapatkan jawaban mengapa lidah lagi yang dihidangkan di perjamuan, Aesop akhirnya dibebaskan dari statusnya sebagai budak.
Ada pendapat dari para ahli sejarah bahwa kisah-kisah Aesop barangkali adalah sumber dari kisah Jantaka (kehidupan masa binatang dari Sang Buddha), atau kisah-kisah Pancatantra yang banyak diterjemahkan ke dalam 50 bahasa, termasuk bahasa Arab. Sehingga ketika membaca kisah Aesop dan lidah itu, saya pun teringat hikayat Lukman-ul Hakiim yang menyajikan lidah dan hati sebagai daging
terbaik
dan terburuk.
Di masa sekarang, banyak sekali orang yang menjadi tidak bijak dalam berkomentar atau menanggapi sebuah peristiwa. Orang suka lupa bahwa opini pribadi yang didasarkan pada asumsi tentu tidak bisa dijadikan patokan untuk sebuah kebenaran yang bersifat umum. Semisal karena meyakini ajaran agamanya lantas dengan mudah berkomentar pada praktek agama atau keyakinan orang lain. Di masa kini, dikaruniai hidup di negara yang relatif aman haruslah sangat disyukuri dan sebaiknya dijaga keadaannya. Tidak perlu diperkeruh dengan menajamkan perbedaan yang ujung-ujungnya sebenarnya adalah asumsi-asumsi pribadi belaka yang didasarkan pada kepentingan pribadi / golongan.
Akan lebih bijak jika kita saling bekerja sama membuat garis aman untuk bisa berdiri berdampingan dengan segala macam perbedaannya. Semisal membuka dialog yang lebih santun dan bersama-sama berusaha memahami di mana letak perbedaan kita satu sama lain.
Secara fisik, pandemi covid-19 ini, mengajarkan kita pentingnya untuk menggunakan masker agar tidak sembarangan membuka mulut (dan hidung). Secara psikis, masa-masa sulit ini harusnya kita juga belajar mengekang opini dan asumsi kita agar kebebasan masing-masing kita tetap terjaga. Dalam kisah Singa dan Tikus, atau Semut dan Merpati, karya Aesop, kita diberi tahu bahwa pengekangan pada nafsu pribadi dan berempati pada orang lain, justru akan membawa kita pada kebebasan yang kita idam-idamkan.
Jakarta, 09 May 2021

Comments

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung