Sepasang Mata Malam
Di depan komputer, puisi sedang belajar
membaca saya. Seperti Iblis mencobai Yesus,
berkata Ia, "Kalau kau Penyair,
ambillah beberapa kata, jadikan puisi."
Tentu, karena aku bukan Yesus,
aku tak mengutip kitab suci. Aku menyitir Tarji:
Adakah yang lebih tobat dibanding air mata.
Aku juga mencuplik Jokpin:
Hanya hati kata yang dapat membuat
dadaku berdenyut dan mataku menyala.
Seperti Iblis, Puisi itu membawaku
ke atas bubungan, mungkin agar aku
bisa lebih leluasa ditengok senja
yang pemalu itu.
Lalu bertanya Ia, "Ada yang berkata:
Yang bukan penyair, dilarang ambil bagian!
lalu siapa kamu?"
Aku tak hendak menjatuhkan diri,
ku ambil saja sepotong Sapardi:
Siapa meledak dalam diriku
Siapa aku
Tanya bertemu tanya, Puisi dan aku
seperti sepasang mata malam,
yang siap saling menerkam
sebelum senja berubah warna
2012
membaca saya. Seperti Iblis mencobai Yesus,
berkata Ia, "Kalau kau Penyair,
ambillah beberapa kata, jadikan puisi."
Tentu, karena aku bukan Yesus,
aku tak mengutip kitab suci. Aku menyitir Tarji:
Adakah yang lebih tobat dibanding air mata.
Aku juga mencuplik Jokpin:
Hanya hati kata yang dapat membuat
dadaku berdenyut dan mataku menyala.
Seperti Iblis, Puisi itu membawaku
ke atas bubungan, mungkin agar aku
bisa lebih leluasa ditengok senja
yang pemalu itu.
Lalu bertanya Ia, "Ada yang berkata:
Yang bukan penyair, dilarang ambil bagian!
lalu siapa kamu?"
Aku tak hendak menjatuhkan diri,
ku ambil saja sepotong Sapardi:
Siapa meledak dalam diriku
Siapa aku
Tanya bertemu tanya, Puisi dan aku
seperti sepasang mata malam,
yang siap saling menerkam
sebelum senja berubah warna
2012
Comments