Zabidi "Zay Lawanglangit" Menulis Catatan untuk Buku Puisiku "Berlatih Solmisasi"
Sebuah
telaah kecil dari
BERLATIH
SOLMISASI
Kumpulan
puisi Dedy Tri Riyadi
Oleh Zabidi Zay
lawanglangit
Pembaca sekalian,
“Berlatih Solmisasi” demikian Dedy Tri Riyadi melabeli buku antologi
puisinya. Sebuah judul antologi puisi yang menggelitik, mengajak pembacanya
pada sebuah perspektif berbeda. Seperti yang dia paparkan di pengantar bukunya:
“puisi-puisi itu ditulis menggunakan metrum dan guru lagu seperti penulisan tembang-tembang gede, madya dan macapat.
“puisi-puisi itu ditulis menggunakan metrum dan guru lagu seperti penulisan tembang-tembang gede, madya dan macapat.
Dengan
harapan puisi tersebut bisa ditembangkan”.
Kemudian
lanjutnya : “ketika menggagas puisi ini, saya berangkat dari sebuah pengertian
bahwa hidup yang sesungguhnya hanyalah suara-suara yang berada dan terdengar di
sekitar kita.”
Sebelum masuk lebih jauh ke tubuh puisi-puisi dalam buku ini, saya
paparkan sebuah deskripsi tentang musik. Secara ringkas bisa dituliskan:
“Musik adalah salah satu wujud manifestasi suara alam semesta. Musik
juga merupakan gerbang menuju kesadaran. Musik menuntun manusia mengenal
kehidupan, untuk kemudian “mengenal diri sendiri”.
Puisi-Pusi
yang tersaji dalam buku ini terbagi dalam 4 bagian
1. Berangkat dengan Macapat
1. Berangkat dengan Macapat
2.
Berlatih
Solmisasi
3.
Aneka
Perumpamaan
4.
Syair Yusuf
Pembaca
sekalian,
Puisi-puisi
dalam buku BERLATIH SOLMISASI ini seolah mengajak saya berjalan-jalan jauh ke
belakang. Ke masa silam. Juga dalam kaitan untuk membuka cermin yang lebih
lebar untuk sampai pada satu titik, “mengenali diri sendiri.”
Membaca
frasa demi frasanya, saya seolah diajak memasuki banyak ruang kenangan. Ruang –ruang
yang lebih terasa redup dan muram. Menyelami perasaan-perasaan yang hadir di
dalamnya.
Misalnya
pada bagian pembuka Dedy mengawalinya dengan “Berangkat dari MACAPAT”. Impresi pada puisinya telah menyeret saya menyelinap
ke dalam celah larik-larik tembang. Melahirkan imaji seolah tembang-tembang itu
terdengar sayup-sayup pada gigil malam dari arah padepokan.
Seperti
misalnya pada puisi
Gambuh
Kalau kita bertemu,
Paling tidak lewat puisiku,
Kuberi kemesraan paling lestari –
Cinta yang tak buat mabuk,
Tak juga buat nelangsa.
(hal 18)
Juga pada
puisi
Pocung
Ini gambar
duka dariku, untukmu;
Pintu yang
terbuka,
Gemanya
mantul di hati –
Dan
bayangnya memanjang di badan kita.
(hal 28)
Kemudian
kita mengarungi waktu ke depan. Menjelajahi ruang-ruang sunyi pada musik
keroncong di jaman perjuangan.
Saya ambil contoh
penggalan pada dua puisi, yaitu:
(1)
Beberapa Pertanyaan
Untuk Pemuda Pejuang
dalam Lagu Dinda Bestari
dalam Lagu Dinda Bestari
Kau tak bisa berlari
lebih jauh dari kenangan. Walau
berulang kali maju mendekati mati,
lebih jauh dari kenangan. Walau
berulang kali maju mendekati mati,
Atau menjauh dari kesepianmu
sendiri.
(hal 45)
(2)
Tak jauh dari Telaga
Yang Tak Dikisah
dalam Lagu Keroncong Dewi Murni
dalam Lagu Keroncong Dewi Murni
Tak jauh dari telaga, hujan dan
aku
saling membasahi. Aku harapan yang
saling membasahi. Aku harapan yang
hijau dan sepi. Ia langkah yang
terburu pergi.
(hal 48)
Kemudian mengakrabi
hentakan kegundahan pada rock metal klasik.
seperti frasa-frasa pada puisi
Mendengarkan When the Levee Break
seperti frasa-frasa pada puisi
Mendengarkan When the Levee Break
Kita
bergegas, Sayangku, bergegas menyimpan cemas
….
Dengarlah
manisku suara-suara itu. Gemuruh
tanggul yang runtuh. Kota dan kata-kata yang
diucapkan tanpa rasa sabar.
tanggul yang runtuh. Kota dan kata-kata yang
diucapkan tanpa rasa sabar.
…
(hal 42)
Frasa-frasa
muram, kesunyian yang terjalin berkelindan dengan bersahaja, terbaca juga dalam
larik-larik puisi di:
Bag 2: Catatan SOLMISASI
Bag Berlatih
Solmisasi (Bait terakhir)
Intro
Merutuki
kesalahan dan kesalehan diri,
Lalu
memutuskan berkarib dengan sepi,
…
(hal 38)
Sebuah Komposisi untuk Perpisahan (paragraf ke dua)
Kicaunya
semacam isak tertahan dan air mata yang pelan-pelan
jadi nada panjang.
jadi nada panjang.
(hal 39)
Biarkan Ia Bernyanyi
Dan pada
setiap kata, ia mengenalkanmu
pada aneka perasaan supaya kau utuh
pada aneka perasaan supaya kau utuh
dan
sempurna.
Biarkan ia
bernyanyi
melintasi ruang sepi-
melintasi ruang sepi-
(hal 41)
Bag 3: Aneka Perumpamaan
Tiga Larik dari Musim Gugur
Seperti
dedaunan itu, aku akan melayang
dan jatuh. Masa depanku hanya sebuah padang
dan jatuh. Masa depanku hanya sebuah padang
…
pokok-pokok
kesepian itu tegak dan hitam
dan pada bait akhir ditutup dgn
Air mata
hanya tanda
dan terang bagi mereka yang ingin kembali
dan terang bagi mereka yang ingin kembali
(hal 66 )
Bag 4: Syair Yusuf
Biru
Dunia
betul-betul biru.
ia seperti warna samudera yang menampung
semua penderitaan. Menumpang tangan
pada yang berdosa dan mengampuninya.
ia seperti warna samudera yang menampung
semua penderitaan. Menumpang tangan
pada yang berdosa dan mengampuninya.
(Hal 145-bait ke 4)
Rashed
Dan kau
berhening, justru
saat ia makin gaduh.
saat ia makin gaduh.
Sampai
datang lagi sepi, padamu.
sampai jadi api dirimu.
sampai jadi api dirimu.
(hal 158 : bait 4-5)
Begitulah,
puisi-puisi dalam Berlatih Solmisasi itupun seolah ingin menyatakan bahwa
perjalanan kehidupan dipenuhi oleh suara dan nada-nada. Suara dan nada-nada
yang memancarkan aneka melankolia.
Sebuah
perjalanan yang dimulai juga dengan pertanyaan sendiri;
Pertanyaan
kepadanya, yang harus menjawab dengan sepenuh kesanggupan
Meski pada
akhirnya
ia hanya beringsut – menjauh sedikit (membuat jarak)
pada sebuah
sudut agar - semakin mengerti
: hidup tak cukup dijalani
dengan bersungut-sungut
(re/berlatih solmisasi)
(hal 40)
Hingga
sampai pada pertanyaan
: mau dan
mampukah kau
berjalan
sampai batas paling nyeri?
(do/berlatih
solmisasi)
(hal 39)
Demikian sekilas pembacaan atas
teks-teks puisi Berlatih Solmisasi.
Terima kasih.
catatan:
Urut-urutan
tembang Mocopat yang melambangkan perjalan hidup manusia, dari sejak manusia
dalam kandungan, lahir hingga meninggal.
• Dhandhanggula: Manusia yang sedang bahagia-bahagianya. Punya
istri/suami, anak, pekerjaan, rumah, kendaraan dan sebagainya.
• Durma: Setelah hidup bekecukupan, mempunyai rasa welas asih
terhadap sesamanya. Karena didukung dgn pemahaman agama yg baik.
• Pangkur: Sudah tidak menurutkan hawa nafsu, mungkur/
menyingkir. Dan selalu ingin berbagi pada sesama.
• Pocung: Sudah menjadi mayat, menjadi Pocong sebelum dikubur.
Dua contoh tembang Macapat
Gambuh
Gambuh
Sekar gambuh ping catur,
(Tembang gambuh keempat)
Kang cinatur polah kang kalantur,
(Yang dibicarakan tentang perilaku
yang kebablasan)
Tanpa tutur katula-tula katali,
(Tanpa nasihat terjerat penderitaan)
Kadaluwarsa kapatuh,
(Terlanjur menjadi kebiasaan)
Kapatuh pan dadi awon.
(Kebiasaan bisa berakibat buruk)
Pocung
Ngelmu
iku, kalakone kanthi laku.
(Menuntut ilmu, harus dilakukan dgn sungguh-sungguh)
lekase
lawan kas,
(Semua berawal dari niat)
tegese
kas nyantosani
(Niat yg penuh semangat)
setya
budya pangekese dur angkara
(Kesetiaan dlm menuntut ilmu akan membuat kita mampu melewati segala
rintangan)
Berikut aturan dari tembang pucung.
1. Guru gatra = 4
Artinya tembang ini memiliki 4 larik kalimat.
2. Guru wilangan = 12, 6, 8, 12
Maksudnya tiap kalimat harus bersuku kata seperti di atas.
Kalimat pertama 12 suku kata. Kalimat kedua 6 suku kata. Kalimat ketiga 8 suku
kata. Kalimat keempat 12 suku kata.
3. Guru lagu = u, a, i, a
Akhir suku kata dari setiap kalimat harus bervokal u, a, i, a
Comments