Posts

Showing posts from October, 2018

Dua Bulan di Puncak Gunung -- Aku Merenungkan Ini

Dua Bulan di Gunung, Aku Merenungkan Ini Kelak tubuhku tak akan kau sentuh lagi, dan saat itu, aku tak hendak peduli. Namun saat api siap menghabisi nasibku, bagimu, aku, baru punya arti. 2018

Dua Bulan di Puncak Gunung -- Kelak Akan Dihapus

Kelak Akan Dihapus Pertanyaanmu dan kesulitanku untuk menjawabnya akan dilebur oleh caranya menghibur, "Apakah waktu satu-satunya Si Penggali Kubur?" Kekecewaanku dan caramu menempatkan harapan akan ditukas oleh kesetiaannya menjaga yang bakal tumbuh dari yang dicabut, dipatahkan, lalu dijadikan tanda pada kubur itu. Kemalanganmu dan petualanganku kelak akan dihapus oleh janjinya untuk datang di kali yang lain, membawa bunga, doa, dan cerita yang dibuka dengan kata, "Berbahagialah..." 2018

Dua Bulan di Puncak Gunung -- Lagu Persembahan

Lagu Persembahan Langit tak menyimpan kekecewaan di balik awan. Awan tak menahan kesedihan di punggung angin. Angin tak akan memberi  kebencian pada pohon. Pohon hanya ingin memberi tanda pada tanah. Tanah selalu bersyukur pada yang bakal dikubur, seperti rahasia sekecil debu --  betapa muskil aku tak mencintaimu. 2018

Dua Bulan di Puncak Gunung -- Gunung Akan Mengisahkan Air Mataku

Gunung Akan Mengisahkan Air Mataku Sebagai sebatang sungai menuju lembah mengairi ladang dan sawah, dan seorang gembala membawa ternaknya untuk man di dan minum setelah lelah bermain dan kau hitung dalam malam menjelang tidurmu. Gunung akan mengisahkan air mataku seperti laut dengan gelombang ganas hendak membolak-balikkan perahu di mana seorang nelayan berusaha tetap tenang dan tertidur dalam kenangan dan harapan untuk segera berjumpa denganmu. Namun gunung tak ingin membuka rahasia bahwa air mataku hanya embun bergulir sebentar pada daun selembar sebelum dibakar matahari pagi yang membuatmu bangun dan merasa -- ada yang hilang pada dadamu, dan seorang penghibur dijanjikan bangkit  untuk menemanimu. 2018

Dua Bulan di Puncak Gunung - Elegi bagi Gadis Tak Bernama

Elegi bagi Gadis Tak Bernama I will be king and you will be queen through nothing will drive them away (David Bowie, Heroes) Wajah maut adalah sisi hidup dengan kilau sebilah pisau. Ia adalah bagian dari kegembiraan yang kau tak perlu risau. Sajikan saja roti gandum, jelai madu, dan anggur peraman bermusim lalu. Siapkan pula telinga bagi manis musik merayu jiwa. Duduklah, Gadis, di tampuk kencana. Duduklah, seperti mereka yang penuh rencana akan hidup berbahagia. Jangan tunduk dalam muram, bertelekung nasib malang. Angkatlah dagumu penuh gaya menggoda. Ini dunia, pandanglah, sampai berlinangan airmata sukacita. Biarlah, Gadis, terhapus seluruh kenangan remaja. Bukankah, hampir selalu, angin hanya bawa panas padang sabana, juga jerebu dan debu dari kaki-kaki kuda? Lupakan, Gadis, seluruh duka. Biarkan saja dunia memeluknya sekuat ia punya daya. Marilah menari. Bahkan sebelum maut bernyanyi. 2018

Dua Bulan di Puncak Gunung -- Lamentasi

Lamentasi Menangislah! Menangislah! Menangislah! Menangislah tembok-tembok Emesa, Menangislah batu-batu benteng Bhangarh, Menangislah tiang-tiang menara Babel, Menangislah gerbang San Gervasio, Menangislah pelataran Jerash, Menangislah selokan-selokan Song, Menangislah bayang teduh batang tarbantin, sebab hari-hariku tak bersamamu lagi. Aku akan menangis denganmu... Tidak, aku tak akan menangis denganmu! Aku akan menangisi keadaanku sendiri. Aku menangisi Kerinci Aku menangisi Arjosari Aku menangisi Pajamben Aku menangisi Sada Kaler dan Ciawitali Aku menangisi Rawa Singkil Aku menangisi Talise Aku menangisi Brantas dan Ciliwung Aku menangisi laut utara di Teluk Jakarta Aku menangisi hutan-hutan di Kalimantan dan Papua Aku menangisi diri yang makin tak berdaya. Namun tak kutangisi sesuatu yang kelak tiada. Menangislah! Menangislah! Menangislah! Menangislah untuk sesuatu yang engkau ingini. Menangislah untuk dirimu sendiri. Dan aku akan menangis bersamam...