Sajak-sajak dari Pasar
Pasar Larangan, Sidoarjo
hanya sebuah becak melintasi kesepian
di antara panggung dan emper toko
saat seorang biduan dangdut melempar senyum
untukmu
tapi kulihat tak ada yang bisa kautangkap
sebab pada deretan dokar dan becak,
seorang janda tua terlalu letih berjualan sate
sejak malam tadi
; dia yang tengah membakar senyumnya sendiri
sama seperti sepi
yang terpanggang
panasnya sendiri
Pasar Pucang, Surabaya
tak dapat lagi kutunggu
si pelancong malam yang terakhir
meninggalkan kerumunan tikus
di sepanjang los penjual ayam
karena sebelum pukul empat pagi
telah kuhabiskan kopi
pada cangkir yang ke dua
dan sepi segera
menyergapku kembali
Pasar Balongsari, Surabaya
kesedihan telah menjadi kegembiraan sesungguhnya,
saat ada yang mengadu ketangkasan
pada sempit halaman parkirmu
sementara di pintu masuk lorong pasar,
ada wanita-wanita tua yang mengadu tangisan
dengan harapan pada luasan dadaku
Pasar Dampit, Malang
kunikmati dingin anginMu
di tubuh musim yang mulai kering
di bawah bulan yang setengah padam
kutikami lagi ingin tubuhku
pada kios tembakau yang parau
memanggil-manggil Engkau
ketika rindu dan sepi
terlalu gaduh
terlalu riuh
seakan Engkau
benar-benar jauh
Pasar Kota Malang
di bawah gedung–gedung tua,
kusangka kau sebagai penjual jamu keliling
selepas di-phk
di sepanjang jalan menuju pasar,
kukenali kau adalah pemuda yang tak kawin
lantaran merawat masa tua ibunda
namun di toilet umum, aku harus maklum
di kota ini, tak ada senyum yang sia-sia
Pasar Kota Batu
aku tak pernah menyangka
kantong-kantong plastik bekas
adalah perjalananmu
dari pohon beringin di kantor pasar
sampai sebuah warung kecil tak bernama
karena kau juga tak pernah menduga
anak-anak yang kaubesarkan
adalah tongkat-tongkat yang hilang
dari perjalananmu di waktu-waktu kini
sampai aku dan kau bertemu
pada sebuah doa panjang
di dekat deretan dokar
doa yang menghubungkan
kau dan kantong-kantong plastik bekasmu
juga aku dan anak-anakmu
--- bersambung ---
hanya sebuah becak melintasi kesepian
di antara panggung dan emper toko
saat seorang biduan dangdut melempar senyum
untukmu
tapi kulihat tak ada yang bisa kautangkap
sebab pada deretan dokar dan becak,
seorang janda tua terlalu letih berjualan sate
sejak malam tadi
; dia yang tengah membakar senyumnya sendiri
sama seperti sepi
yang terpanggang
panasnya sendiri
Pasar Pucang, Surabaya
tak dapat lagi kutunggu
si pelancong malam yang terakhir
meninggalkan kerumunan tikus
di sepanjang los penjual ayam
karena sebelum pukul empat pagi
telah kuhabiskan kopi
pada cangkir yang ke dua
dan sepi segera
menyergapku kembali
Pasar Balongsari, Surabaya
kesedihan telah menjadi kegembiraan sesungguhnya,
saat ada yang mengadu ketangkasan
pada sempit halaman parkirmu
sementara di pintu masuk lorong pasar,
ada wanita-wanita tua yang mengadu tangisan
dengan harapan pada luasan dadaku
Pasar Dampit, Malang
kunikmati dingin anginMu
di tubuh musim yang mulai kering
di bawah bulan yang setengah padam
kutikami lagi ingin tubuhku
pada kios tembakau yang parau
memanggil-manggil Engkau
ketika rindu dan sepi
terlalu gaduh
terlalu riuh
seakan Engkau
benar-benar jauh
Pasar Kota Malang
di bawah gedung–gedung tua,
kusangka kau sebagai penjual jamu keliling
selepas di-phk
di sepanjang jalan menuju pasar,
kukenali kau adalah pemuda yang tak kawin
lantaran merawat masa tua ibunda
namun di toilet umum, aku harus maklum
di kota ini, tak ada senyum yang sia-sia
Pasar Kota Batu
aku tak pernah menyangka
kantong-kantong plastik bekas
adalah perjalananmu
dari pohon beringin di kantor pasar
sampai sebuah warung kecil tak bernama
karena kau juga tak pernah menduga
anak-anak yang kaubesarkan
adalah tongkat-tongkat yang hilang
dari perjalananmu di waktu-waktu kini
sampai aku dan kau bertemu
pada sebuah doa panjang
di dekat deretan dokar
doa yang menghubungkan
kau dan kantong-kantong plastik bekasmu
juga aku dan anak-anakmu
--- bersambung ---
Comments