Pantai Juntinyuat di Awal Maret
1. Di pantaimu, yang tak terkabarkan oleh alun hanyalah tangis kerinduan dari negeri tandus. Walau tak ada rimbun bakau dan kepak elang, kanak-kanak itu tak pernah risau, Sayang. Di halaman madrasah, mereka bergembira seperti sekelompok domba yang berkeliaran di antara gazebo rumah makan ikan bakar. Mereka tak tahu kau menangis, Sayang karena hujan kerap singgah di sini. Membawa butiran-butiran pasir lekat pada tikar-tikar pandan. 2. Di pantaimu, yang tak tergambarkan oleh layar perahu adalah senyum yang ranum itu. Senyum semanis buah mangga yang sesekali dikecewakan cuaca. Hujan yang jarang datang, dan panas bertukar cemas di dalam kamar seperti tangis yang disembunyikan ayah dalam alun tarling dan sebentuk kerling biduanita berparas bocah, bersuara serak-basah. Selembar surat dari yayasan tenaga kerja yang mengirim ibu, datang membawa kabar kelabu: majikan itu lebih kejam dari sosok ibu tiri. 3. Pantai Juntinyuat di awal Maret tengah dicekam mendung, dan aku seperti anak kandung yang