Ular dan Sekerat Apel

Dari luar pagar, ular itu memberi kabar: sekerat apel di tanganmu itu
akan lebih berat dari menambal hal-hal yang kelak retak. Semacam
namamu yang harus berakhir jadi gumam di bibirnya.

Mungkin nanti ada yang akan terlempar, seolah kain selembar, dan
yang jatuh dekat pintu itu, ada selain rasa sesal dan air mata. Lalu
namanya - Ya. Namanya - jadi sunyi yang mencengkeram.

Kau hendak mengingatnya, tapi tak bisa mengatakannya.

Di dalam taman, tangan seseorang yang mengerat apel itu bergetar,
lalu langkah-langkah pun terdengar: bersiaplah pintu, baju, dan seluar!
Ada yang hendak digiringkan pada sebuah pengasingan.

Kau hendak bersiap, tapi waktu selalu gesit diluput-tangkap.
Di tanganmu hanya risau pisau dan sesal sekerat apel, sedang
ingatan tentang rasa memiliki pelan-pelan mengundurkan diri
dari pertemuan itu.

Ada yang hendak kukatakan, tapi siapa mampu mengingat:
bisa ular atau selebar pisau itu yang lebih dulu menyayat?

2012

Comments

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung