Sajak Debu


Jiwaku melekat pada debu,
Hidupkanlah aku sesuai firman-Mu
Mazmur 119:25

Sepatu.
Jalan berbatu.
Ziarah dari sejarah ke sejarah.
Dari darah ke darah.
Darah saudara sedarah.
Darah yang tumpah
dan tak bisa lagi ditangisi,
melainkan disumpahi
dengan menepuk-nepuk dahi
dan menghentakkan kaki.
Seriuh tabuh genderang.

Aku, petualang.
Hendak menyatukan serpih
keping tulang.
Barangkali ada yang berulangkali
menyimpan dan membuang.
Setelah menumpuk dan membakar.
Menembak sambil berikrar: Tuhan, aku muliakan Engkau!

Jalan berbatu.
Waktu mencacah cacat langkah.
Tak peduli ada yang mencoba berhenti
dan berbalik arah.
Hati seperti cincin pengantin.
Mengikat antara waktu dan hal yang aku
sangat yakin: pada sebuah pintu, engkau menunggu.

Genderang bertalu.
Aku debu.
Debu yang jatuh
ke sepatu peziarah
atau petualang.
Tak paham hendak mengarah
atau berpulang.
Hanya kutahu:
jalan terus berbatu,
dan engkau setia menunggu.

Meskipun waktu begitu lelah
mencacah tetes darah
membilang serpih tulang
dan sejarah seperti
berulangkali menghapus
noktah: benar – salah.

2012

Comments

Unknown said…
dan saya masih menunggu kiriman "Sepasang Sepatu Sendiri Dalam Hujan" dari sampeyan Mas hehe

Oya, Mas mau nanya nih, kenapa blog Bang Hasan nggak bisa dibuka ya? padahal belum lama ganti alamat link www.sejutapuisi.com, Twitter-nya juga ditutup, saya jadi nggak bisa berkomunikasi dengan Beliau. kalau Mas Dedy pas ketemu atau komunikasi dengan Bang Hasan, mohon sampaikan salam saya ya Mas. Makasih, Mas.

Saya tunggun buku sampeyan ya :)

Popular posts from this blog

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung

Embun