Jung

1.
Kau laut dan hatiku jung;
apalah layar jika tak paham benar
bahasa angin dan kuasa badai,
maka kupasang - sepasang kemudi.

Dadaku bilah-bilah kayu tebal,
tersambung ke langsung lunas,
tanpa kerangka, baut, atau paku
hingga terbentuk lambung kapal,
hal-hal yang menyentuh-menyintas
: angin, gelombang, dan badai yang berlaku.

Tanganku: sepasang cadik,
segala hal-hal yang baik
yang menyelenggarakan pelayaran
dari Jawa hingga Tanjung Harapan.

2.
Kau laut dan hatiku jung;
bahasa kita langit dan gemintang
meski penuh awan, dan hujan
kerap mengaburkan.

Kutahu: kesedihanmu ombak
bergulung-gulung, tapi ujung haluan
dan buritanku lancip, beruntung
dari semua yang sulit dan rumit.

Dan ke barat, terus ke barat,
seperti kisah pengembaraan
mencari kitab suci, aku tak akan
pernah tamat - melayarimu,
menyadari kesedihanmu.

Sampai warna matahari
begitu lamat.

3.
Setelah diseret arus Laut Hindia,
ditelikung alun di Teluk Benggala
dan Laut Arabia, didamparkanlah
kisah kita di tubuh kaum Malagasi.

Dan jika kau lupa, akan kubacakan
kembali petualangan-pelayaran
Ibnu Batuta, Cheng Ho, atau
orang Portugis juga Belanda,
yang melintas di Laut Jawa.

Meski ~ pada akhirnya ~ hanya
tinggal pahatan dan nama, hatiku
tetaplah jung dan kau laut yang
menenggelamkanku,
mengabarkan setiap pengalamanku

di tubuhmu.

2012

Comments

Unknown said…
kalau Mas Dedy tak keberatan, kirimlah alamat Mas Dedy yang di Jakarta ke inbox facebook saya, nanti saya ambil sendiri buku yang saya pesan

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung