Tentang Berproses



Lukisan Henri Mattise, Landscape at Collioure (1905)

Baru-baru ini, ada celetukan seorang teman yang sempat menjadi heboh karena anggapan adanya seleksi yang tidak benar dari sebuah penerbitan besar. Dari beberapa komentar terhadap celetukannya itu, saya mencermati banyak yang menganggap kenapa terjadi celetukan itu pasti karena ia merasa apa yang dihasilkannya sudah layak untuk dinikmati oleh kalangan yang lebih luas daripada pembaca karyanya sekarang ini.
Dalam dunia tulis menulis khususnya puisi, memang saya sendiri mengalami keraguan yang besar mengenai puisi-puisi yang pernah dan akan saya tuliskan. Apakah mereka itu bisa disebut puisi yang mencerminkan karakter, pemikiran, zaman dan bahasa yang khas saya pribadi? Ataukah apa yang saya hasilkan masih dianggap hanya perikutan dari masa lampau dan usang?
Dalam video business insider yang saya tonton pagi ini, dijelaskan mengapa sebuah seni lukis modern menjadi begitu mahal untuk sesuatu yang tampaknya gampang juga dilakukan oleh orang lain.
Pertama-tama dikemukakan mengapa seni lukis modern sepertinya mengenyampingkan soal keindahan. Hal utama yang menjadi kegelisahan para pelukis modern sampai akhirnya membuat karya yang seolah-olah sudah tidak lagi indah dipandang oleh awam adalah kemampuan seni fotografi yang sudah sedemikian maju. Ditambah lagi dengan semakin canggihnya teknik digitalisasi. Perpaduan dua hal ini membuat seni lukis yang tadinya bisa menggambarkan obyek seperti nyata sudah tidak lagi diperlukan.
Yang kedua, berhubungan dengan hal yang pertama, para pelukis modern kemudian mengembangkan lukisan berdasarkan perasaan dan pemikirannya. Dalam prosesnya, ada juga yang melibatkan atau menambahkan media lain sehingga muncul seni instalasi maupun mix media art. Namun model begini punya kesulitan tersendiri untuk dianggap oleh umum sebagai seni lukis modern.
Yang ketiga, dan ini mungkin bisa diambil sebagai renungan buat saya maupun teman-teman yang ingin berkarya, adalah dalam seni lukis modern, kurator dan para pengamat memerhatikan betul soal proses bahkan sampai kehidupan pribadi yang berkenaan dengan pemikiran dari si pembuat karya itu. Mengapa pada akhirnya sang seniman membuat karya yang tidak elok, sederhana, bahkan cenderung aneh, semisal Mark Rothko yang hanya membuat bidang-bidang berwarna pada kanvasnya atau Kazimir Malevich yang hanya membuat kanvasnya menjadi hitam keseluruhannya.
Adalah proses yang akhirnya membentuk karakter dari karya seseorang dalam dunia seni lukis modern. Kazimir Malevich tadinya juga membuat banyak lukisan yang menunjukkan bahwa pada puncaknya, warna itu akan berujung pada hitam total. Dengan demikian, lukisan yang keseluruhan warna hitam dalam satu kanvas yang diberi judul Black Square (1915) itu dianggap sebagai masterpiece.
Mark Rothko berproses lebih kompleks, ia awalnya seorang penulis sebelum menekuni seni lukis. Mempelajari filsafat sebelum jatuh cinta pada surealism, tapi lantas menekuni multiforms sebelum membuat karya yang terbuat dari bentuk kotak berwarna besar pada kanvasnya. Meski mungkin orang awam bisa mengatakan mudah membuat karya seperti itu, Mark Rothko mensyaratkan untuk memperhatikan karyanya sejauh minimal 18 inci (45.7 cm) agar bisa merasakan keintiman pada diri sendiri sebelum merasakan keterhilangan.
Saya rasa, menikmati proses berkarya adalah cara untuk menghindari diri dari polemik dangkal sekaligus akan menjadikan kita makin memahami diri sendiri dan mempunyai prinsip yang jelas, jernih, ketika kita hendak membuat suatu karya. Entah itu puisi ataupun seni lukis. Dan ketika kita sudah punya prinsip dalam berkarya, kita bisa bilang kepada dunia: inilah saya!

Comments

I.R.Z.I said…
ajibbb mas dedi

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung