Jakarta Dreaming
Langit abu-abu mengulang-ulang cerita;
besok bisa lebih baik selepas hari buruk,
meski setiap pagi masih ada – satu keluarga
dalam gerobak, pengamen dengan sisa mabuk.
Matahari sepucat warna grafiti di tiang jalan layang
dan tak menyuarakan apa-apa selain kecewa – yang
diselit, disulut, dipendam saban malam, tak hilang,
tak mengabu, bahkan terus menerus berbilang.
Seperti kutuk waktu, yang hanya mengubah
kita menua, melupa, lalu berjalan terburu-buru
seperti ada yang ingin dituju tetapi malah
selalu tertinggal jauh, lalu sibuk menggerutu.
2019
Comments