Minggu Palma
Duhai Kotaku. Tidurlah dalam teduh dedaunan palma. Padamkan seluruh cahaya. Tinggal celah pintu saja terbuka. Agar dia - yang kelak menderita - segera membuka mata maut. Dan nyalangah mata maut itu, dan menyalalah lampu-lampu kabut itu.
Duhai Kota yang sudah lama luka parah. Biarkanlah dia masuk gerbangmu. Mereguk udaramu yang gersang itu. Agar dia - yang sebentar lagi mati - paham betapa busuk bau dari paru-paru dan mulutmu. Dan terbentanglah kain-kain spanduk: lestarikan hutan. lestarikan hujan. Maafkan kotaku, para pendudukmu hanya tahu hutan dan hujan membawa perubahan. Padahal dia - yang tak lama lagi tubuhnya penuh luka - membawa tubuh yang lebih tabah dari sebatang pohon, memberi suhu yang lebih ramah dari sehari penuh hujan.
Ah, Kotaku. Sepandai-pandai kau membentang tembok dan menara, keruntuhan itu sungguh nyata. Tubuhku, ya pintu yang setengah terbuka itu, teramat bahagia - mempersilakan sejarah datang dan pergi dengan catatannya sendiri.
Hingga di minggu seperti ini, Kotaku, aku hanya bisa melihat kematian dari cahaya yang memecah sela-sela engsel berkarat, lubang pada kayu, dan sebuah lubang kunci.
Hingga di minggu seperti ini, Kotaku, aku hanya bisa melihat kematian dari cahaya yang memecah sela-sela engsel berkarat, lubang pada kayu, dan sebuah lubang kunci.
Dan dia - kau tahu, Kotaku - tak pernah memiliki kunci itu.
2011
Comments