Semoga Kau Bertemu Aku di Sajak Ini

Sejak kau bisa berlari, selalu berjumpa persimpangan.
Jalan ke kanan mengarah pada sebuah pasar
: satu pertaruhan besar,


Lorongnya yang gelap seperti lebat akar kota,
tak membawamu ke mana-mana
selain berdesakan di trotoar: sisi penyesalan.

Di sana, tubuhmu dihimpit kenangan,
dijepit harapan.


Jika kau limbung, Tuan, ada satu kursi kecil tersedia.
Serupa neraca. Warnanya sungguh pas
dengan celanamu yang bimbang.
Tapi tenang saja, dia tak pernah bergoyang.
Selalu seimbang.


Dan jika kau mengarah ke kiri, ada taman yang sunyi,
di mana seonggok sajak menyala dan seorang penyair
membakar diri sepenuh mantra.


Ada tikar lebar terhampar: mirip tahun yang sabar
menungguimu berhenti berlari, berbelok bahkan berbalik,
sampai kau menemu seseorang yang duduk menemani,

atau pura-pura sibuk, tak peduli.

2011

Comments

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung