Balada Rapunzel

Panjatlah menara ini dengan rambutku,
bahkan tak apa jika terinjak pula kepalaku.

Menara ini terlalu angkuh, jika kubiarkan
dia memenjarakanku seorang diri. Ada baiknya
ku undang kau - kubagi separuh.

Jangan kuatirkan - nenek tua yang suka
mengutuk, menyihir. Mengira bisa begitu
mudah membuatmu terkejut dan kuatir.

Sampai-sampai kau percaya: dunia
dicipta dari sekumpulan air.

Aku tahu; kau pelaut, bukan penakut.
Dan aku - kehendak yang tak mudah surut.

Dunia bagiku tinggi dan kerucut,
seperti menara dengan atapnya itu.
Yang dari jendelanya, kau bisa melihat:
betapa jauh kau telah bersampan,
betapa dekat sebuah kejatuhan.

Semua tergantung pada apa
yang kita ikat. Dan jika kau tak hendak
memanjat, aku cukup puas melihatmu
lewat. Serupa penjaga mercu, hatiku
gembira hanya dengan melihat bendera
kapal. Selanjutnya, aku kembali merajut,
atau memintal.

Supaya nenek tua penggerutu itu
percaya: aku penurut dan tak berdaya,
di dunia penuh bahaya.

Padahal, bisa saja kau itu Orfeus.
Yang petikan harpanya membuatku
berharap jadi lebih hampa.

Sampai akhirnya, ku putuskan untuk jatuh,
dengan perasaan teramat rapuh.

Tersengat ripuh.

2013

Comments

Popular posts from this blog

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung

Embun