Potret Penyair Tak Sebagai Tukang Reparasi


Jika aku nanti mati, tak ingin kau mengenangku sebagai tukang reparasi.
Yang dinding ruang kerjanya tergantung beragam alat seperti; gerinda,
aneka kunci pas, gergaji, obeng, martil, atau bahkan roda gir. Sementara
di meja, ketam penahan ditempatkan begitu rupa mirip telepon saja.
Ya. Benda itu memang satu-satunya yang dapat memantapkan sesuatu
ketika hendak diputar sekrupnya. Seperti sebuah telepon yang memastikan:
rindu yang kau punya masih terjaga, saat aku menyapamu.

Barangkali - memang - sepanjang hidupku ramai orang datang,
menginginkan perbaikan aneka barang; mesin cuci, roda gerobak yang
mulai miring, traktor yang mogok, atau bahkan sekedar pohon tumbang
sehabis hujan. Tapi sungguh, aku tak ingin kau mengenangku seperti itu.

Karena cinta - tentu saja - bukan barang pabrikan, juga tanaman yang
salah diletakkan. Dia tidak akan pernah rusak dan lekang. Hanya di tangan
para pedagang, penyamun, dan pengemis, cinta dikemas dan dipoles ulang
untuk disalah-artikan. Aku kekasihmu. Cukuplah seperti itu, aku ingin

kau kenang. Seperti lelehan di tubuh lilin yang tetap menetes meski
api mulai redup, atau bahkan seperti pendar bola lampu pijar yang
tak bisa kau lihat saat hari terang, biarlah begitu saja aku dalam
kenanganmu, dalam waktu yang semakin cemburu

pada cinta yang kita punya.

2013

Comments

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung