Lagu Pelaut

Dia seperti tidur kucing di rerumputan,
seperti buku yang disadur dengan teramat pelan.
Ada yang mengambang serupa pecah bunga kapas,
sedang hatiku bimbang menimbang laku yang pantas.

Dia seperti jilat lidah ombak di cangkang kepiting,
seperti tepat kadar basah mekar biji kemuning.
Ada yang bertunas, mengeras, dan tumbuh pada kenangan,
meski ingatan tentang perahu, lunas, sauh tertinggal di pelabuhan.

Dia ringkik kuda memecah titik embun pada takik daun jarak,
geliat renik dalam setangkup air hujan yang hampir-hampir tak tampak.
Hatiku geming stalagmit di dasar gua, persoalan yang rumit dan tak terduga.

Dia juga angin yang terhempas di kibar bendera,
aroma dedaunan beringin ketika hampir senja.
Bagaimana aku harus lupa pada hal-hal sederhana?
Seperti ingin mengingat apa yang kutinggalkan
dan kutanggalkan pada tahun-tahun yang lama.

Dari kemudi sampai buritan, wangi todak dan anggur masam,
dia tempias ombak dan pekik kormoran.
Memendam kecemburuan dalam palka, ada yang harus
kutanyakan dengan tulus kepadanya - "Bukit dan rahasia
pohon-pohon tinggi dan lurus, di celah mana
matahari lebih cerah bercahaya?"

Karena di laut, di dekap erat maut,
pucuk-pucuk ombak tak pernah ada gulita.

2014

Comments

Popular posts from this blog

Kunang kunang

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung