Hidangan

1/
Setiap malam, di meja makan,
kulihat kau menggeliat setiap
tajam pisau mengerat tubuhmu

dan setiap keratan itu
menjerat tubuhku.

2/
Dengan dada gemetar
(yang bukan tersebab lapar)
kuterima tubuhmu
jadi tubuhku

Inilah tubuh yang kusentuh
dulu. Tujuh lubang peluru
telah lama tumbuh di situ.

Dan dari lubang-lubang itu,
kutemukan kembali lukaku.

3/
Aku makin tersesat di
tubuhmu, tersangkut
dalam lubang luka
bermata nyalang.

Ada yang mendesak-desak,
seperti kerongkongan tersedak,
seperti suara isak
hanya lebih lirih;
Keluarlah! Keluarlah!

Tapi tubuhmu
makin erat,
dan tubuhku
makin berat
meninggalkan
lubang lukamu.

Menanggalkanmu!

4/
O, kuingat lagi;
Kau menggeliat di tajam pisau,
keringat dan darah jadi atau,
dan suka cita adalah duka cita
yang terlampau risau.

Kulihat lagi di meja makan,
setiap malam, tubuhku
mengerat tubuhmu, dan
tubuhmu melumat tubuhku.

Setiap malam.
Setiap makan.

2009

Comments

Popular posts from this blog

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung

Embun