Jayadrata

1.
Duhai gerhana, tenda patah tonggak,
akulah yang merana
karena kau tak bisa lagi berpihak.

2.
Yang kusangka malam hanyalah
ketakutan - Aku bukanlah aku
jika tanpa bayangan, seregu pasukan
atau orang-orang yang bisa kupandang.

Adalah wajah Sang Panduputra,
melingkup tahta Sindhunarendra,
Dia, dengan Pasuphati di tangan,
adalah kematian yang berjalan-jalan.

Saat ini, dalam gelap yang menyala,
aku hanya mengutuk dan merutuk,
menelan segala serapah yang terlanjur
tumpah di dekat meja judi Hastina.

Demi Draupadi, inilah waktu yang suci
agar hidupku lahir kembali sebagai
orang yang mengerti, di balik kain panjang
tanpa akhir itu, ada kutukan bagi nafsu birahi.

Nanti, jika cahaya masuk ke celah tenda,
kusambut maut dari tangan-tangan mereka
semua dan biarlah mata Pasuphati basah darah.

O Khrsna, di bawah kakimu
kuletakkan kepala Jayadrata, aku
yang tertawa pada kemenanganku.

3.
Duhai matahari, terang teramat gelap,
mataku, ya mataku, tak akan mampu
menatap kisah seperti ini lagi.

2010

Comments

Popular posts from this blog

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung

Embun