Perihal Pedang

Matanya teramat tajam, begitu lurus dan tulus.
Memupus kenangan yang mangkus mengurung
hari-hariku dalam ruang lengang murung.

Tangannya. Ah! Tangan yang itu. Pembentang perih.
Seperti antara kau dan aku. Di hari-hari letih.
Hari menanggung pedih tunggu.


Jauhkan dia, Tuan. Jarakkanlah...
dari dada busung rindu, dari leher tercekik haru
oleh sayatan ayat-ayat sangsi dan ragu.


Biar pedih, biar sedih.
Akan kurasakan putusnya waktu
saat kita bertemu.


2011

Comments

Popular posts from this blog

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung

Embun