Puisi-Puisi yang diilhami Permainan Kuartet Yusef Lateef
Yusuf Latif Membuka Pagi
Yang lebih gugup dari kuncup waktu
muntup semakin cepat. Dengan irama
semenjana -- langkah-langkah pendansa.
Ia muncul tiba-tiba, dengan kerak warna
matahari tua. Disapukannya suara pada
segala yang masih mengantuk. Dibelai
sekali lagi bagian yang terkulai -- Bangun,
dan bergeraklah! Goyangkan kecemasan.
Lenturkan ketakutan. Hidup harus dibangun
dengan sepenuh kesadaran. Ini bukan
soal tari dan nyanyi -- sebab ia hanya
meniupkan ruh pemberani. Lalu pergi.
Dan meninggalkan ketukan-ketukan itu
di dadamu begitu saja. Sampai kau merasa
ini dunia tumbuh tak seperti biasa.
2016
Ketika Yusuf Latif Bersedih Hati
Ada ular dalam keranjang! serunya.
Ia mengancam kewarasan. Mengirimkan
seribu satu upas di udara malam.
Ini ular tak sembarang, bisiknya.
Ia menjelma semacam demam.
Menggigilkan dirinya di dalam kamar.
Peganglah yang bergetar ini, pintanya.
Seluruh hidup dan keinginannya tinggal
debar -- dinding kamar, pot mawar,
panorama di jendela menawarkan
sebuah warna yang mekar: biru memar.
2016
Yusuf Latif Memandang Bunga
Beberapa saat, ia terdiam membiarkan
yang berjatuhan membuat kau merasa
dekat dengan Tuhan. Yang berkelindan
di sekitar menjadikan kau sadar akan
ketaksendirian.
Ia bergerak ketika angin mulai terasa
lembut, & dingin belaimu pelan-pelan
mengabut. Supaya kau makin awas --
segala yang kau ingin tak semua
membuatmu puas.
Dan dipandanginya lagi sakura yang
sedang mekar. Seperti ia menyayangi
suasana yang membuatmu berdebar &
mengira -- ini saat yang pas untuk
membicarakan hal-hal di luar diri;
seperti tunas atau buah beri
di balik semak -- ia tumbuh dan
bernas atau hanya akan disia-siakan?
2016
Yusuf Latif di Pasar Timur
"Hidup ini," katanya, "bukan sekadar
menawar." Di Pasar Timur, ia memilih
lalu menghindar. Mencari yang tak
tersulih, bukan yang semata mekar
tapi ternyata tak segar. Begitu alasannya.
Di Pasar Timur, saudagar lebih banyak
daripada saudara. Mereka menjaja segala
yang bisa ditakar, yang bisa dibaurkan:
Setangkai bisa, satu keranjang pun silakan!
Ia terus memilih: gardenia, tulip, mawar,
gerbera, alstromeria, ...
"Hidup ini terlalu banyak pilihan", gerutunya,
"dan kita hanya diberi satu kesempatan!"
2016
Yang lebih gugup dari kuncup waktu
muntup semakin cepat. Dengan irama
semenjana -- langkah-langkah pendansa.
Ia muncul tiba-tiba, dengan kerak warna
matahari tua. Disapukannya suara pada
segala yang masih mengantuk. Dibelai
sekali lagi bagian yang terkulai -- Bangun,
dan bergeraklah! Goyangkan kecemasan.
Lenturkan ketakutan. Hidup harus dibangun
dengan sepenuh kesadaran. Ini bukan
soal tari dan nyanyi -- sebab ia hanya
meniupkan ruh pemberani. Lalu pergi.
Dan meninggalkan ketukan-ketukan itu
di dadamu begitu saja. Sampai kau merasa
ini dunia tumbuh tak seperti biasa.
2016
Ketika Yusuf Latif Bersedih Hati
Ada ular dalam keranjang! serunya.
Ia mengancam kewarasan. Mengirimkan
seribu satu upas di udara malam.
Ini ular tak sembarang, bisiknya.
Ia menjelma semacam demam.
Menggigilkan dirinya di dalam kamar.
Peganglah yang bergetar ini, pintanya.
Seluruh hidup dan keinginannya tinggal
debar -- dinding kamar, pot mawar,
panorama di jendela menawarkan
sebuah warna yang mekar: biru memar.
2016
Yusuf Latif Memandang Bunga
Beberapa saat, ia terdiam membiarkan
yang berjatuhan membuat kau merasa
dekat dengan Tuhan. Yang berkelindan
di sekitar menjadikan kau sadar akan
ketaksendirian.
Ia bergerak ketika angin mulai terasa
lembut, & dingin belaimu pelan-pelan
mengabut. Supaya kau makin awas --
segala yang kau ingin tak semua
membuatmu puas.
Dan dipandanginya lagi sakura yang
sedang mekar. Seperti ia menyayangi
suasana yang membuatmu berdebar &
mengira -- ini saat yang pas untuk
membicarakan hal-hal di luar diri;
seperti tunas atau buah beri
di balik semak -- ia tumbuh dan
bernas atau hanya akan disia-siakan?
2016
Yusuf Latif di Pasar Timur
"Hidup ini," katanya, "bukan sekadar
menawar." Di Pasar Timur, ia memilih
lalu menghindar. Mencari yang tak
tersulih, bukan yang semata mekar
tapi ternyata tak segar. Begitu alasannya.
Di Pasar Timur, saudagar lebih banyak
daripada saudara. Mereka menjaja segala
yang bisa ditakar, yang bisa dibaurkan:
Setangkai bisa, satu keranjang pun silakan!
Ia terus memilih: gardenia, tulip, mawar,
gerbera, alstromeria, ...
"Hidup ini terlalu banyak pilihan", gerutunya,
"dan kita hanya diberi satu kesempatan!"
2016
Comments