Silencio
Dalam diam, ia mendengar surga bergemuruh. Malaikat jatuh menghunjam sebilah tuduh. "Neraka," katanya, "terletak di antara bimbang dan curiga." Maka dibawanya api suci ke relung tergelap dari dada. Ia mengungsikan diri, lebih jauh dari tubir tangis dan sumir percakapan lima gadis di depan pintu tanpa minyak lampu. "Penyesalan," katanya, "semisal epitaf. Segazal amsal leher zarafah -- apakah tinggi tajuk, ataukah wangi pucuk, membuat leher itu sulit ditekuk?" Dalam diam, ia mendengar pintu maaf diketuk. Seseorang, serupa bunda, ingin masuk. Hendak menjenguk. Sakit apakah gerangan? Selain yang sulit diterjemahkan dalam catatan tabib yang tekun. Dalam racauan mantra Sang Dukun. Ia ingin sekali membuka dada. Untuk menerima sepi hanya sebagai suasana. Dan menggantinya dengan percakapan paling akrab dari dukana. 2017