Melankolia Mata
: menerjemahkan alun-alun kota tua karya Claudia Velasco Kolam itu seperti seorang penggembara yang begitu haus. Begitu rakusnya akan air yang tak henti mengalir dari ceruk batu besar abu-abu di tengah-tengah kolam. Sebagai balasan, dia pantulkan langit biru terang dan sedikit putih awan. Sepotong pesona siang yang mungkin hanya bisa kau temui di sebuah musim semi yang asing. Di antara lompatan kakikaki tiga ekor angsa cokelat muda, digubahnya serangkaian titinada yang bergema di tembok-tembok bangunan tua. Kurasa rinciknya akan sampai kepadamu, sebab di sini terlalu lengang. Tak ada sesiapa tercermin di kaca-kaca jendela di sepanjang deretan kafe dan toko-toko yang dilamun kenangan. Tak kujumpai dia yang melangkah cepat hingga tiga ekor angsa itu meloncat, atau ucap terkejut seseorang dengan kulit pucat yang mengintip dari tirai gerai roti yang setengah tertutup – mengira kau, aku, atau seorang penggembara l...