Taman Hujan
Kini kau pandai menanam hujan.
Di tanganmu, hujan bersulur panjang. Daunnya tunas dan hijau terang.
Matahari begitu cemburu, sebab setiap pagi dia ingin paling hijau sendiri.
Bersiasat dengan awan dan kilat, matahari mengirim hujan yang lain.
Hujan dengan tubuh yang sangat cokelat.
Kau petik juga dedaunan hujan.
Keranjangmu begitu pemalu. Setiap habis bertemu hujan, ditulisnya
sebuah catatan. Sesuatu yang - padahal - sangat ingin dia ucapkan.
Seperti yang satu ini; "Hari ini hujan tampak kelabu. Dia lupa menyemir
sepatu."
Kau pulang berkalung hujan.
Rumahmu sudah penuh hujan. Sebut saja satu per satu; kursi hujan,
meja hujan, almari hujan, bahkan kasur hujan pun ada. Tapi kau masih
merasa kehilangan sesuatu; sepatu hujan. Sebab dengan mengenakannya
kau akan bisa bertemu seorang Ibu. Ibu hujan.
2009
Di tanganmu, hujan bersulur panjang. Daunnya tunas dan hijau terang.
Matahari begitu cemburu, sebab setiap pagi dia ingin paling hijau sendiri.
Bersiasat dengan awan dan kilat, matahari mengirim hujan yang lain.
Hujan dengan tubuh yang sangat cokelat.
Kau petik juga dedaunan hujan.
Keranjangmu begitu pemalu. Setiap habis bertemu hujan, ditulisnya
sebuah catatan. Sesuatu yang - padahal - sangat ingin dia ucapkan.
Seperti yang satu ini; "Hari ini hujan tampak kelabu. Dia lupa menyemir
sepatu."
Kau pulang berkalung hujan.
Rumahmu sudah penuh hujan. Sebut saja satu per satu; kursi hujan,
meja hujan, almari hujan, bahkan kasur hujan pun ada. Tapi kau masih
merasa kehilangan sesuatu; sepatu hujan. Sebab dengan mengenakannya
kau akan bisa bertemu seorang Ibu. Ibu hujan.
2009
Comments