Posts

Showing posts from April, 2009

Kuda Putih

Larilah! Semua dada telah tikai, segalanya, ya segalanya, pun surai kita bukan lagi satu tubuh seperti gema dalam gemuruh yang membentur sebelum perlahan menghilang. Kau dengar itu bukan? Seakan ada yang terus berseru kepadaku atau juga kepadamu seperti panggilan pulang, panggilan sayang - satu nama kecil di lidah ibu, dan alamat-alamat dalam kenangmu yang belum bisa hilang, yang belum tuntas kausambangi; sebuah padang demikian luas bagi kaki-kaki yang kehilangan sepatu. 2009

Lelayu

Musim merupa sepanjang surai di tengkukmu tiga pokok akasia dan gunung pucat di sebelah sana menggulung kabut, menyentakkan debu kaki-kaki tanpa ladam, melejanglah ke arah mata Butiran yang turun perlahan, tak bisa kautahan sebab gigil telah sepakat menjerat sepenuh kabar tinggal debar serupa langkah-langkah pelan sebelum semuanya tiba-tiba menghingar Inikah musim berduka? Tiga pokok akasia dan gunung pucat terdiam sementara matahari seperti ibu memanggil anak-anaknya Atau masihkah datang petualang baru dengan kuda yang lebih gagah, sepertimu yang menghilang di antara kepulan debu? 2009

Menjerit, Hetfield!

Image
Yang kau percaya; keadilan telah selesai dituliskan, usai pula diceritakan. Hingga kanak-kanak itu selalu berdoa, sebelum tertidur dengan sebelah mata tak sepenuh pejam. Dan dengan leluasa ada yang berjalan, bergandengan tangan. Memeluk segala bentuk, merentang segala yang tertekuk, menentang hal-hal yang begitu teruk! Yang kau percaya; keadilan akan ditegakkan oleh sesosok mahluk yang dibentuk dari pasir, dari angin yang berdesir, dan bukan dari gerak bibir. Mahluk yang datang ketika malam, saat semua mata hendak memejam! Menjeritlah! Berteriaklah yang paling jerit! Sebab di sempit waktu, kita hanya bisa memutar kepala dan membayangkan semuanya menghitam. Menghitam! 2009

Mari Menari, Marley!

Image
Mari Menari, Marley! Seperti pagi di mata tiga ekor burung, dunia ini tak sepenuhnya murung. Ditinggal kekasih, dibawapaksa ke negeri asing, dilanun ombak raksasa, bahkan terdampar di pulau tak berpeta, bukan suatu hal yang luar biasa. Seperti sesesap terakhir pada selinting ganja yang hampir puntung, kau mulai bersenandung; "Mari menari, melupakan pedih perih di hati." Tapi - Hei! - air apa mengalir di kedua pipi? 2009 image courtesy of www.itsablackthang.com

Berbahagialah, Hagai

Meski dari Babel kami tercerai, ke rumahmu, ke atas bukit itu, kami akan sampai. O Zerubabel, betapa kami tak ingin berjumpa musim-musim tak sejuk, tak dingin; saat ladang gandum, pucuk zaitun, dan bulir-bulir anggur tak sempat lagi kujumput, tak dapat lagi kaupungut. Dan kau, Yosua, betapa kami rindu bersua wajah-wajah ramah, tanah yang rumputnya selalu basah; karena segala ternak, rusa dan kanak-kanak kami senantiasa ingin berkelana, mengembara ke atas bukit itu, ke dalam rumahmu. Hingga dari Babel, dengan segala puing dan reruntuhan, kami akan bangkit! 2009 =============================== Be Happy, Haggai Even from Babel we've been separated, into Thou house, up to the hill, we will embark. O Zerubbabel, how we don’t want to feel a dry seasons, a hot weather; times when our barley field, olive trees, and vineyard give me an empty wagon, none in your hand. And you, Joshua, it’s happened because we want to see happy faces, a fertile land with herds of cattle, a deer, and our child...

Dua Sajak Saya di Koran Tempo, 05/04/09

Dua sajak saya, Taman Hujan dan Hikayat Mistar, dimuat mendampingi 3 sajak TS Pinang di Koran Tempo edisi Minggu, 05/04/09. Taman Hujan Kini kau pandai menanam hujan. Di tanganmu, hujan bersulur panjang. Daunnya tunas dan hijau terang. Matahari begitu cemburu, sebab setiap pagi dia ingin paling hijau sendiri. Bersiasat dengan awan dan kilat, matahari mengirim hujan yang lain. Hujan dengan tubuh yang sangat cokelat. Kau petik juga dedaunan hujan. Keranjangmu begitu pemalu. Setiap habis bertemu hujan, ditulisnya sebuah catatan. Sesuatu yang - padahal - sangat ingin dia ucapkan. Seperti yang satu ini; "Hari ini hujan tampak kelabu. Dia lupa menyemir sepatu." Kau pulang berkalung hujan. Rumahmu sudah penuh hujan. Sebut saja satu per satu; kursi hujan, meja hujan, almari hujan, bahkan kasur hujan pun ada. Tapi kau masih merasa kehilangan sesuatu; sepatu hujan. Sebab dengan mengenakannya kau akan bisa bertemu seorang Ibu. Ibu hujan. 2009 Hikayat Mistar Alahai, Tuan. Kau jarakkan ka...

Perasaan, Peristiwa, dan Puisi

Dedy Tri Riyadi PERASAAN, PERISTIWA, DAN PUISI Semacam Komentar Panjang Setelah Membaca Kumpulan Sajak Gunawan Maryanto; Perasaan-Perasaan yang Menyusun Sendiri Petualangannya. Pertama kali selesai membaca sajak-sajak Gunawan Maryanto yang akrab dipanggil Cindhil ini, yang terpikirkan oleh saya adalah betapa pandai dia menarik ulur perasaannya terhadap setiap peristiwa. Peristiwa atau kenyataan hidup sehari-hari, dalam ranah semangat puitika, menurut Saku- taro adalah hal-hal yang harus berada di bawah puisi itu sendiri – dalam esensi puisi romantis – atau dikritisi oleh puisi itu – dalam esensi pe- dagogis. Namun yang saya amati dalam puisi-puisi Gunawan Maryanto ini, ada semacam sifat untuk menerima kenyataan tetapi juga tidak begitu saja prosesnya sekaligus tidak juga menafikannya. kita telah melintasinya mereka telah melintasi kita tak ada beda : mereka telah tak ada cinta jadi sia-sia (Kolam Ikan dan Beranda Kosong) Tapi benarkah segala yang terjadi itu sia-sia? Bukankah dalam se...