Wacana : Tetap Berhati-hati di Kendaraan Umum

Saya menjadi korban tindakan kriminal berupa perampasan telepon genggam di kendaraan umum yang biasa saya tumpangi dari rumah - kantor pp. Dari peristiwa yang saya alami, saya melihat ada dua trik yang dilakukan komplotan tersebut. Saya mengatakan komplotan karena pada trik yang pertama ada seorang yang jelas-jelas membantu seorang yang lain. Inilah trik yang dijalankan oleh mereka - semoga teman-teman (khususnya yang di Jakarta) waspada terhadap trik-trik semacam ini.

1. Seseorang dari mereka akan mengingatkan kepada kita "Hati-hati, Mas/Mbak. Handphonenya disimpan saja!" Ini rupanya kode buat komplotan itu beraksi. Jika kita diperingatkan seperti itu, artinya kita sudah diincar oleh mereka. Tanpa pikir panjang, apalagi mikir ongkos, mendingan kita segera turun dari kendaraan tersebut.
2. Menyebarkan pamflet Pengobatan Rematik / Arthristis ala Cina. Tepatnya pijat tradisional. Salah seorang dari mereka akan mempraktekkan pijatan tersebut kepada seseorang yang duduk tepat di sebelah korban (dia masih satu komplotan dengan si pemijat). Lalu si pemijat mulai mempraktekkan pijat itu kepada korban. Dia kemudian beralasan bahwa posisi dia memijat korban kurang enak, lalu meminta korban duduk agak ke tengah. Karena waktu itu saya tidak mau dipijat, dan tidak mau bergeser duduk ke tengah bangku panjang di belakang itu, seorang lain yang dari komplotan itu segera berdiri dan mau duduk di tempat saya duduk.
Jika trik ini berhasil, walhasil korban akan berada di tengah-tengah komplotan perampas itu. Karena satu orang berdiri di depan korban, seorang duduk di kiri korban, dan seorang lagi duduk di kanan korban. Ketika si pemijat memijat tangan kanan korban, maka orang yang duduk di sebelah kanan korban akan segera beraksi menguras saku sebelah kanan. Demikian sebaliknya.
Kemarin, saya sempat keluar dari kepungan mereka dan duduk di bangku lain di tengah. Inilah kesalahan saya, kenapa saya tidak langsung turun sebelum mereka beralih ke trik yang lain.
3. Berusaha mengamankan korban dari razia "teman-teman" mereka. Pada trik ini, mereka akan berkata keras-keras kepada penumpang bahwa kemarin atau tadi siang atau waktu yang telah lewat dari waktu korban naik kendaraan umum telah terjadi penusukan terhadap teman mereka. Biasanya mereka akan menyebutkan satu suku sebagai pihak yang disalahkan. Hal ini akan disamakan dengan wajah calon korban. Contoh, karena saya bermata sipit, tetapi berkulit coklat, mereka mengatakan sedang mencari wong Palembang! Lalu mereka akan bertanya kepada kita,"Kamu orang mana?" Setelah itu, seorang dari mereka akan duduk di dekat kita lalu memeriksa apakah kita membawa benda tajam atau senjata lain. Lalu dengan sigap si perampas itu akan memindah tangankan barang-barang yang korban bawa, tetapi dengan teknik seakan-akan dimasukkan kembali ke dalam tas korban. Setelah selesai, dia akan mengikat erat-erat tas korban. Hal ini dimaksudkan agar si korban tidak terlalu cepat menyadari bahwa barang-barang dia sudah lenyap.
Dengan trik inilah, mereka menyudutkan korban seolah-olah yang jadi "penjahatnya" adalah si korban. Hal ini dimaksudkan agar penumpang lain mengira ini adalah pertikaian antara para kriminal. Jadi mereka tidak akan berani melerai atau membantu korban. Dengan trik ini, saya berhasil disudutkan oleh mereka. Tas dibongkar, isi saku dikuras. Tapi, saya masih bisa berkelit dari mereka karena dompet (walau isinya kosong kecuali KTP dan beberapa Kartu Kredit yang sudah diblokir pihak Bank :D), dan uang sebesar lima ratus ribu rupiah aman dari penjarahan komplotan itu. Jadi yang sempat diambil hanya telepon genggam saja.
Ciri-ciri komplotan yang saya sinyalir naik dari terminal Blok M hingga turun di Fatmawati adalah :
1. Si Perampas / Si Pemijat = tinggi sekitar 170 cm, berhidung mancung, kulit coklat, berambut lurus hitam menutupi leher, berkumis. memakai topi warna merah. Dia membawa selebaran pengobatan pijat Cina berwarna hijau. ukuran pamflet kecil.
2. Si Pemindah duduk = tinggi sekitar 170 cm, berkulit gelap, berambut ikal. membawa tas besar seperti hendak pulang kampung. Agak gendut.
3. Yang pura-pura dipijit = tinggi sekitar 165 cm, berkulit gelap, berambut lurus, menggunakan topi, membawa tas besar juga, kurus.
Saya kira mereka biasanya tidak beroperasi di kendaraan umum yang biasa saya naiki. Karena waktu ditanya saya orang mana, saya jawab nama daerah saya yang mana banyak sekali orang daerah situ yang menjadi awak (supir/kernet) metromini 79, tetapi si perampas ini sama sekali tidak menunjukkan rasa enggan.
Mudah-mudahan 2 modus yang saya ceritakan ini bisa teman-teman hindari selama berkendaraan umum di Jakarta. Baik metro mini, mikrolet, sampai bus kota.
XoXo

Comments

Anonymous said…
Naik kendaraan umum di Jakarta memang mempunyai kisah horornya sendiri. Lama berselang saya pernah dipukuli serombongan copet dan ditendang nyaris keluar bis kalau saja tidak tertahan badan kondekturnya.

Tampaknya keadaan sekarang tidak menjadi lebih baik. Ya, waspadalah ...
Anonymous said…
benar! dan sayangnya/ konyolnya kondektur dan sopir juga mementingkan diri sendiri, bukan keselamatan penumpang.
Anonymous said…
kondektur/supir juga sayang sama nyawanya, mustinya polisi bergerak disebar di bis-bis kota

Popular posts from this blog

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung

Embun