Dari Jendela Hotel

: Edward Hopper

Kadang duniaku menyempit hanya
seluas jendela, diapit tirai kuning gading.

Lalu pikiranku jadi sederhana saja,
sebuah topi merah tua, miring di kening.

Aku jadi acuh pada hitam warna langit,
atau jalan di depan hotel yang sempit.

Sementara aku abaikan nyala kuning
lampu di atas meja, di bawah lukisan laut,

seperti aku abaikan juga mantel musim
dingin dan sofa yang seolah ikut kalut

menunggu: apa akan terjadi di jendela
hotel ini? Aku menduga ada kuntum basah

atau cabang hitam seperti dalam puisi
Pond, tapi mungkin juga akan ada malam

dicerahi cahaya bulan pada haiku
Basho. Karena dalam jendela hotel ini,

saat ini, adalah dunia tersendiri, dan
beragam puisi bisa mengisi

dan menyesakkan dadaku ini.
Meluaskan seluas-luasnya pikiranku.

Maka jendela menjadi ruang, menjadi
hotel, menjadi provinsi, menjadi negeri,

menjadi dunia, menjadi alam semesta.
Lalu aku menjadi sekedar topi,

atau nyala lampu, atau lukisan,
atau mantel, atau sofa, atau

dia yang dilukis demikian diam
dalam lukisanmu. Dan kau tak

perlu menunggu untuk mengabaikan
atau mengacuhkan keberadaanku.

2014

Comments

Popular posts from this blog

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung

Embun