Sore yang Bersahabat

Sore yang Bersahabat

Tak ada perjamuan teh di sini,
gadis berbaju merah muda itu
duduk dengan kaku. Seorang diri.

Kesepian barangkali anjing penurut
yang ikut sibuk menjamu tamu dengan
juluran lidahnya. Kau tak perlu takut.

Tiga buah gelas bening diletakkan
dan kita merangkai percakapan dari
bunyi sumbat botol yang jatuh. Akan

kita pahami nanti, arti petualangan
dan kepulangan yang tiba-tiba ini.
Seperti menebak yang berderap dan

mendekat pada sore yang bersahabat
ini: jatuh bayangan jauh di punggung,
atau ringkik kuda yang suaranya tepat

seperti masa lalu. Sementara, kita
hanya bisa duduk dan menelisik diri,
membayangkan: ada sebuah hutan tua

dan serombongan mahluk purba berpesta.
Makan dan minum dari tubuh waktu
yang terbuat dari percakapan kita.

Tapi sore ini, aku merasa begitu bahagia;
betapa bahasa yang terhimpun dari
sebuah ruang berwarna kuning tua,

di mana ada sebuah pertemuan, telah
membebaskan dan membiasakan aku
untuk menulis sajak dari istilah-istilah

asing di luar diriku. Istilah-istilah yang
selama ini membelenggu, seperti sebuah
pengertian tentang menunggu arti pulang.

Tak ada perjamuan teh di sini, gadis berbaju
merah muda itu mendekap anjing penurut itu.
Di tangannya segelas air. Sedang aku

merasa, ini sore yang bersahabat untuk
bisa pulang dan mengenang sebuah petualangan.
Dan bercerita semua itu bagi dirimu. Jika kau tak sibuk.

2014

Comments

Popular posts from this blog

Jendela Bus Kota

Kisah Pantekosta : Antara 2 Judul Film dan 2 Ekor Ayam Kampung

Embun